Sabtu, 03 Desember 2016

TUGAS ANALISIS WACANA. KELOMPOK NR







BAB I

PENDAHULUAN

 

A.        Latar Belakang

Wacana dalam bahasa inggris disebut discourse. Secara bahasa, wacana berasal dari bahasa Sansekerta “wac/wak/vak” yang artinya “berkata, berucap” kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna “membendakan”. Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataaan atau tuturan.
Menurut kamus bahasa kontemporer, kata wacana itu mempunyai tiga arti. Pertama, percakapan; ucapan; tuturan. Kedua, keseluruhan cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap diatas kalimat dan satuan gramatikal yang tertinggi dalam hierarki gramatikal. Sebagai satuan bahasa yang terlengkap, wacana mempunyai konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar. Sebagai satuan gramatikal yang tertinggi, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana ialah adanya wacana harus kohesif dan koherens. Kohesif artinya terdapat keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana. Sedangkan koheren artinya wacana tersebut terpadu sehingga mengandung pengertian yang apik dan benar. Contoh tersebut Jadi dapat disimpulkan bahwa wacana yang baik adalah wacana yang kohesif dan koherens.
Selain wacana sebagai satuan bahasa terlengkap diatas kalimat dan satuan gramatikal tertinggi dalam hierarki gramatikal, masih banyak lagi pengertian lain tentang wacana. Lubis mendefinisikan bahwa wacana adalah kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis, atau diucapkan, atau dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda. Sementara White mengartikan wacana adalah dasar untuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta dalam masalah-masalah yang akan dibahas dan dasar untuk menentukan apa yang sesuai untuk memahami fakta-fakta sebelum ditetapkan, dimana White dalam hal ini lebih melihat wacana sebagai sebab daripada sebagai akibat.
Analisis wacana adalah ilmu yang baru muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, sebelumnya aliran-aliran linguistik hanya membatasi penganalisaannya pada sosial kalimat saja, namun belakangan ini barulah para ahli bahasa memalingkan perhatiannya pada penganalisaan wacana.
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam suatu komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Melalui analisis wacana, kita tidak hanya mengetahui isi teks yang terdapat pada suatu wacana, tetapi juga mengetahui pesan yang ingin disampaikan, mengapa harus disampaikan, dan bagaimana pesan-pesan itu tersusun, dan dipahami. Analisis Wacana akan memungkinkan untuk memperlihatkan motivasi yang tersembunyi di belakang sebuah teks atau di belakang pilihan metode penelitian tertentu untuk menafsirkan teks.
Objek kajian atau penelitian analisis wacana pada umumnya berpusat pada bahasa yang digunakan sehari-hari, baik yang berupa teks maupun lisan. Jadi objek kajian atau penelitian analisis wacana adalah unit bahasa diatas kalimat atau ujaran yang memiliki kesatuan dan konteks yang eksis dikehidupan sehari-hari, misalnya naskah pidato, rekaman percakapan yang telah dinaskahkan, percakapan langsung, catatan rapat, dan sebagainya, dan pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara konteks-konteks yang terdapat dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana.

 

B.        Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari analisis wacana kritis (AWK)?

2.      Bagaimana karakteristik AWK dan analisinya dalam esai?

 

C.        Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui  pengertian dari analisis wacana kritis (AWK)

2.      Untuk mengetahui karakteristik AWK dan analisinya dalam esai

 

D.        Manfaat Penulisan

1.      Dapat mengetahui apa pengertian dari analisis wacana kritis (AWK)

2.      Dapat mengetahui bagaimana karakteristik AWK dan analisinya dalam esai

 



 

BAB II

PEMBAHASAN


A.        Analisis Wacana Kritis (AWK)

Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Teun Van Dijk mengemukakan bahwa AWK digunakan untuk menganalisis wacana-wacana kritis, diantaranya politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan lain-lain.
Selanjutnya Fairclough dan Wodak meringkas tentang prinsip-prinsip ajaran AWK sebagai berikut:
1) Membahas masalah-masalah sosial
2) Mengungkap bahwa relasi-relasi kekuasaan adalah diskursif
3) Mengungkap budaya dan masyarakat
4) Bersifat ideologi
5) Bersifat historis
6) Mengemukakan hubungan antara teks dan masyarakat
7) Bersifat interpretatif dan eksplanatori

 

 



 

B.        Karaktektistik AWK dan Analisis esai

Analisis Karaktektistik AWK didalam esai :
1.         Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action) yang diasosiakan sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, beraksi dan sebagainya, Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

Analisis :
            Didalam esai “Tradisi Plagiat Penulis Instan” merupakan bentuk tindakan menyanggah atas perbuatan plagiat yang dilakukan oleh para penulis instan yang mengangggap menulis  adalah kegiatan yang bisa mendatangkan penghasilan. Dimulai dari paragraf pertama Untung wahyudi memaparkan topik tulisan yaitu aktivitas menulis bukanlah perkara mudah. Saat membaca esai ini kita akan menganggukkan kepala, betapa na’asnya nasib tulisan masa sekarang. Yang berakibat buruk pada dunia penulis.
Pada paragraf kedua ia melihatkan fenomena yang ada saat ini yang memperlihatkan betapa ia sangat tidak setuju akan sikap plagiat yang sudah dijadikan tradisi oleh para penulis instant. Pada paragraf ini juga Untung wahyudi yang sekarang menjabat sebagai pembina sanggar pesantren di Sumenep Madura menuliskan alasan para plagiat itu satu-satunya adalah rasa malas mereka akan melakukan riset terhadap tulisannya.
 Sanggahan Untung wahyudi terhadap kelakuan para plagiat ini membuka cakrawala para penulis pemula untuk bisa berkarya dijelaskan juga pada tulisan berikutnya, yaitu paragraf ke tiga hingga sepuluh yang merupakan kalimat pendukung dari topik pada paragraf sebelumnya. Dan pada paragraf sembilan ia juga memberikan teori mengenai esai ini.
  
2.         Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana di sini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Mengikuti Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunkasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Guy Cook menyebutkan ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana; teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks.
Analisis :
            Esai berikut ini ditulis dalam konteks situasi zaman sekarang yaitu peristiwa yang terjadi dewasa ini aktivitas menulis seolah-olah merupakan pekerjaan yang diincar banyak kalangan. Dari mahasiswa, guru, dokter, dosen, dan lainnya berlomba-lomba untuk menulis, baik buku maupun tulisan kreatif semacam cerpen atau opini di media massa. Kondisi yang membuat mereka (para plagiat) menjadikan menulis bukan hanya sebagai media untuk menyampaikan gagasan dan olah pikiran saja.
            Terlihat pada paragraf kedua, Untung mengatakan. Penulis yang malas berusaha tersebut lazim dikenal sebagai “penulis karbitan”. Inilah fenomena yang terjadi sekarang membuat untung wahyudi yang juga berprofesi sebagai penulis lepas dan bloger ini geram dengan tingkah para penulis karbitan.
Begitu juga dengan paragraf tiga dan keempat,
Namun, tahun 1997 nasibnya berubah total ketika penerbit Inggris, Bloomsbury Press, menerbitkan buku Harry Potter yang pertama; Harry Potter and the Philosopher’s Stone, begitu juga buku-buku selanjutnya (Pustaka Annida, 2004).
Begitu juga yang dialami Mahfud Ikhwan, pengarang novel Kambing & Hujan. Sebelum novel yang mengangkat kisah cinta yang bersinggungan antara NU dan Muhammadiyah itu keluar sebagai pemenang pertama Sayembara Menulis Novel DKJ 2014, Mahfud Ikhwan sudah pernah menawarkan novel tersebut ke beberapa penerbit. Dan, tak satu pun penerbit yang merespons tawaran tersebut. Tapi nasib berkata lain. Novel roman yang sebentar lagi akan diadaptasi ke layar lebar tersebut berhasil memenangkan sayembara novel bergengsi di negeri ini.
Merupakan konteks dari paragraf sebelumnya yang menjelaskan pengalaman dari kisah penulis novel fenomenal Harry Potter. Yang sudah lama menulis dan telah berkali-kali gagal.
Pada paragraf  keenam :
Masalah ini pernah disinggung Ali Usman dalam tulisan berjudul Buku, Penulis, dan Pasar (Jawa Pos, Oktober 2015). Menurutnya, banyak buku sejenis cara sukses menjawab soal ujian CPNS, tetapi isi di dalamnya tidak menjelaskan layaknya buku how to, tapi berisi kumpulan soal CPNS yang pernah diujikan pada tahun-tahun sebelumnya. Atau, buku tentang kesehatan/kedokteran yang ditulis sarjana (bahkan masih berstatus mahasiswa S-1) agama.
  Paragraf ini merupakan konteks dari paragraf sebelumnya menjelsakan tentang alasan para plagiat yaitu akibat dari rasa malas mereka melakukan riset dan ketidak sabaran calon penulis justru menjadi bumerang bagi karir kepenulisannya kedepan.

3.         Historis
Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.
Analisis :
Perhatian Untung wahyudi pada dunia sastra sangat tinggi dilihat dari kebanyakan esainya berisikan tentang tema menulis, salahsatunya “Ekstensi sastra dan minat baca-tulis dikalangan remaja” yang diterbitkan oleh Riau Pos pada tanggal 05 Agustus 2012 yang lalu. Setelah tulisannya itu terbit ternyata tidak memberikan respon kepada masyarakat khususnya kepada para plagiat. Peristiwa ini tidak malah makin berlanjut ditambah dengan adanya kebebasan teknologi sekarang yang dengan mudah mendapatkan tulisan dan informasi apapun yang diinginkan membuat mereka malas untuk berfikir kemudian mempermudah tindakan plagiat ini.
Tulisannya yang jelas ditujukan kepada para plagiat yang hingga sekarang perbuatan mereka semakin merajalela membuat untung wahyudi menulis kembali esai yang berjudul Menulis bukanlah perkara mudah”. Karna sebagai penulis untung wahyudi juga pernah mengalami berkali-kali jatuh, tulisannya lama tidak ada yang mau menerima. Namun karna kegigihannya dan mau menjalani proses serta terus belajar, kini ia telah menerima hasilnya. Semangat akan proses inilah yang tidak dimiliki oleh para penulis muda sekarang. Seperti tulisan yang ditulisnya pada paragraf lima dan tujuh:
Rasa malas melakukan riset dan ketidaksabaran calon penulis justru bisa menjadi bumerang bagi karir kepenulisannya ke depan. Karyanya bisa jadi hanya menjadi karya mentah dan kering karena tidak berhasil menarik masyarakat untuk membacanya. Karya yang dihasilkannya sering kali hanya jadi “buku pesanan” penerbit yang ujung-ujungnya diobral ketika bukunya baru terbit dalam hitungan bulan. Padahal, jika mau bersungguh-sungguh, mereka bisa menggarap tulisan (buku) yang sesuai dengan kemampuan atau bidang yang digelutinya.
Perilaku malas membaca dan melakukan riset juga bisa menjerumuskan penulis ke lembah plagiarisme. Hal ini sudah banyak terbukti. Baru-baru ini di media sosial heboh tentang plagiat yang dilakukan seorang penulis cerpen pemula. Penulis yang masih berusia muda tersebut memplagiat secara utuh sebuah cerpen yang pernah dimuat Story Teenlit Magazine, majalah cerpen remaja yang sudah berhenti terbit sejak pertengahan 2014. Si plagiator terbukti hanya mengganti judul dan nama penulis. Sebuah perilaku yang tak layak dilakukan, apalagi bagi seorang pemula yang menggebu-gebu menjadi penulis instan.


4.         Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Analisis wacana kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat berupa kontrol atas konteks, atau dapat juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur wacana.
Analisis :
            Esai ini menjelaskan bahwa kekuatan perkembangan media modern ini, memberikan peluang bagi penulis yang ingin cepat terkenal. Penulis yang secara individu memiliki ilmu pengetahuan yang lebih dari masyarakat awam dengan mudah membodohi pembaca dengan melakukan copy paste pada tulisan yang diinginkannya di internet. Hal ini dijelaskan oleh untung wahyudi pada tulisannya pada paragraf ke tujuh dan delapan, yaitu :
Budaya Plagiat dan copy paste
Perilaku malas membaca dan melakukan riset juga bisa menjerumuskan penulis ke lembah plagiarisme. Hal ini sudah banyak terbukti. Baru-baru ini di media sosial heboh tentang plagiat yang dilakukan seorang penulis cerpen pemula. Penulis yang masih berusia muda tersebut memplagiat secara utuh sebuah cerpen yang pernah dimuat Story Teenlit Magazine, majalah cerpen remaja yang sudah berhenti terbit sejak pertengahan 2014. Si plagiator terbukti hanya mengganti judul dan nama penulis. Sebuah perilaku yang tak laik dilakukan, apalagi bagi seorang pemula yang menggebu-gebu menjadi penulis instan.

Tidak tertutup kemungkinan bahwa budaya plagiat ini juga terjadi dalam penulisan buku. Seorang penulis yang malas melakukan riset bisa jadi juga tergoda untuk melakukan copy-paste, baik dari buku-buku, lebih-lebih dari internet yang bisa diunduh dengan mudah. Hal ini juga yang membuat banjirnya buku-buku how to, agama, keterampilan, dan semacamnya yang sedang tren, dari penulis-penulis baru yang sebelumnya belum pernah menerbitkan buku.
 
Esai yang tediri dari 11 paragraf ini memperlihatkan betapa kekuasaan dari kelompok perusahaan penerbit tertentu membuat perkembangan plagiat ini menjamur hingga sekarang, penerbit merupakan kelompok yang memiliki akses untuk menerbitkan tulisan membuat mereka lebih leluasa menjadikan para plagiator ini sebagai penghasil pundi-pundi uangnya. Demi kepentingan perusahaan mereka, penerbit yang memanfaatkan kebutuhan masyarakat awam akan informasi-informasi tertentu melalui media cetak atau tulisan membuat para penerbit ingin ikut menikmati hasil dari penulis karbitan. Seperti yang ditulis oleh Untung wahyudi pada paragraf sembilan dan sepuluh :
Dalam bukunya berjudul Declare!: Kamar Kerja Penerbit Jogja (1998-2007), Adhe menyatakan bahwa, tren buku dan tingginya tingkat penjualan buku dengan tema-tema tertentu telah mendorong beberapa penerbit untuk ikut mencicipinya walau dengan cara-cara yang menafikan produk mereka. Misal, lakunya buku-buku panduan tes psikotes telah melahirkan buku-buku yang isinya satu sama lain serupa namun berasal dari sekian penerbit yang berbeda. Proses penerbitannya dilakukan dengan mengambil dari buku-buku psikotes yang sudah ada, lantas mencantumkan nama penulis asal-asalan dan bisa siapa saja.

Lebih lanjut Adhe menegaskan bahwa akibat dari penggunaan cara-cara semacam itu maka muncullah beberapa kecenderungan buruk yang dilakukan oleh penerbit dan penulis (dalam hal ini Adhe melakukan riset untuk penerbit Jogja). Di antaranya adalah ditemukannya cara penulisan dan penerbitan yang sembrono karena tidak mencantumkan sumber tulisan, munculnya nama-nama anonim yang merupakan rekayasa penerbit, adanya penulis yang menjual berbagai naskah buku bertema tertentu ke penerbit dengan isi yang hampir sepenuhnya sama karena hasil otak-atik, dan tidak ada proses penulisan yang dilakukan oleh penulis atau penerbit selain sekadar menganyam dari berbagai sumber yang sudah beredar (Adhe, 2007).

5.         Ideologi
Dalam pandangan kritis, wacana dipandang sebagai praktik ideologi, atau pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi yang berada di balik penghasil teksnya akan selalu mewarnai bentuk wacana tertentu. Penghasil teks yang berideologi liberalisme atau sosialisme tentu akan menghasilkan wacana yang memiliki karakter sendiri-sendiri. Dua catatan penting yang berkenaan dengan ideologi dalam wacana. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individu. Ideologi akan selalu membutuhkan anggota kelompok, komunitas, atau masyarakat yang mematuhi dan memperjuangkan ideologi itu. Kedua, ideologi digunakan secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas. Ideologi selalu menyediakan jawaban tentang identitas kelompok.
Analisis :
            Ideologi Untung wahyudi sebagai penulis yang tergabung dalam komunitas penulis memandang bahwa esai yang ditulisnya ini akan memberikan suatu gambaran mengenai tradisi plagiat penulis instan adalah perbuatan yang memalukan bagi kelompok penulis. Pengaruh terhadap kelompok penulis plagiat.
            Ideologi para plagiat sebagai penulis yang ingin menjadi terkenal yaitu perbuatan mereka adalah cara yang cepat untuk sukses didunia menulis tanpa mempertimbangkan akibat dan dampak perbuatan mereka terhadap karirnya kelak.



BAB III

PENUTUP

A.        Kesimpulan

Dengan demikian, analisis wacana kritis merupakan teori untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial budaya. Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat dalam area linguistik dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks (novel) bisa menggunakan teori analisis wacana kritis. Teori analisis wacana kritis memiliki beberapa karakteristik yaitu : tindakan, konteks, histori, kekuasaan dan ideologi.
Analisis terhadap esai Untung Wahyudi ini memberikan pandangan kritis kepada pembaca betapa tradisi plagiat penulis instan adalah perbuatan tercela.

B.        Saran

            Saran penulis bagi para mahasiswa sastra melayu khususnya agar lebih memahami tentang analisis wacana kritis ini karna sangat berguna kelak bagi bidangnya di masyarakat kelak jika lulus.
            Bagi para pembaca umumnya seluruh penulis agar jangan melakukan perbuatan plagiat sebagai tradisi untuk menjadi penulis terkenal. Jalanilah proses yang akan membawakan nama kita dikenal dengan kerja keras kita.




DAFTAR PUSTAKA

 

Aliah, Yoce, Analisis Wacana Kritis Dalam Multiperspektif, (Bandung: PT Refika Aditama, 2014).

Chaer, Abdul , Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007).

Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005).

Salim, Peter, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 2002).

See more at: http://ranggiriaupos.com/berita/425/tradisi-plagiat-penulis-instan.html#sthash.MGurKFX8.dpuf

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...