FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu untuk
menyelesaikannya yaitu makalah Analisi Wacana ini yang berjudul “Analisi Esai
Menggunakan Analisis Wacana Kritis”
Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang mata kuliah analisis wacana.
Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wacana dalam bahasa inggris disebut discourse. Secara
bahasa, wacana berasal dari bahasa Sansekerta “wac/wak/vak” yang artinya
“berkata, berucap” kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana.
Kata ‘ana’ yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna
“membendakan”. Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataaan
atau tuturan.
Menurut kamus bahasa kontemporer, kata wacana itu mempunyai
tiga arti. Pertama, percakapan; ucapan; tuturan. Kedua, keseluruhan cakapan
yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar yang realisasinya
merupakan bentuk karangan yang utuh.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap diatas kalimat
dan satuan gramatikal yang tertinggi dalam hierarki gramatikal. Sebagai satuan
bahasa yang terlengkap, wacana mempunyai konsep, gagasan, pikiran, atau ide
yang dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar. Sebagai satuan gramatikal yang
tertinggi, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnnya. Persyaratan gramatikal dalam
wacana ialah adanya wacana harus kohesif dan koherens. Kohesif artinya terdapat
keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana. Sedangkan koheren artinya wacana
tersebut terpadu sehingga mengandung pengertian yang apik dan benar. Contoh
tersebut Jadi dapat disimpulkan bahwa wacana yang baik adalah wacana yang
kohesif dan koherens.
Selain wacana sebagai satuan bahasa terlengkap diatas
kalimat dan satuan gramatikal tertinggi dalam hierarki gramatikal, masih banyak
lagi pengertian lain tentang wacana. Lubis mendefinisikan bahwa wacana adalah
kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis, atau diucapkan, atau
dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda. Sementara White mengartikan
wacana adalah dasar untuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta
dalam masalah-masalah yang akan dibahas dan dasar untuk menentukan apa yang
sesuai untuk memahami fakta-fakta sebelum ditetapkan, dimana White dalam hal
ini lebih melihat wacana sebagai sebab daripada sebagai akibat.
Analisis wacana adalah ilmu yang baru muncul beberapa puluh
tahun belakangan ini, sebelumnya aliran-aliran linguistik hanya membatasi
penganalisaannya pada sosial kalimat saja, namun belakangan ini barulah para
ahli bahasa memalingkan perhatiannya pada penganalisaan wacana.
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam
suatu komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Melalui
analisis wacana, kita tidak hanya mengetahui isi teks yang terdapat pada suatu
wacana, tetapi juga mengetahui pesan yang ingin disampaikan, mengapa harus
disampaikan, dan bagaimana pesan-pesan itu tersusun, dan dipahami. Analisis
Wacana akan memungkinkan untuk memperlihatkan motivasi yang tersembunyi di
belakang sebuah teks atau di belakang pilihan metode penelitian tertentu untuk
menafsirkan teks.
Objek kajian atau penelitian analisis wacana pada umumnya
berpusat pada bahasa yang digunakan sehari-hari, baik yang berupa teks maupun
lisan. Jadi objek kajian atau penelitian analisis wacana adalah unit bahasa
diatas kalimat atau ujaran yang memiliki kesatuan dan konteks yang eksis
dikehidupan sehari-hari, misalnya naskah pidato, rekaman percakapan yang telah
dinaskahkan, percakapan langsung, catatan rapat, dan sebagainya, dan pembahasan
wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara
konteks-konteks yang terdapat dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan
hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari analisis wacana kritis (AWK)?
2. Bagaimana karakteristik AWK dan analisinya dalam esai?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari analisis wacana kritis (AWK)
2. Untuk mengetahui karakteristik AWK dan analisinya dalam esai
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui apa pengertian dari analisis wacana kritis (AWK)
2. Dapat mengetahui bagaimana karakteristik AWK dan analisinya dalam esai
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Wacana Kritis (AWK)
Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses
(penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang
mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang
kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang
diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya
kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah
dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari
pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta
kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Teun
Van Dijk mengemukakan bahwa AWK digunakan untuk menganalisis wacana-wacana
kritis, diantaranya politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan
lain-lain.
Selanjutnya Fairclough dan Wodak meringkas tentang
prinsip-prinsip ajaran AWK sebagai berikut:
1)
Membahas masalah-masalah sosial
2)
Mengungkap bahwa relasi-relasi kekuasaan adalah diskursif
3)
Mengungkap budaya dan masyarakat
4)
Bersifat ideologi
5)
Bersifat historis
6)
Mengemukakan hubungan antara teks dan masyarakat
7)
Bersifat interpretatif dan eksplanatori
B. Karaktektistik AWK dan Analisis esai
Analisis
Karaktektistik AWK didalam esai :
1.
Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action) yang
diasosiakan sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang
bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, beraksi
dan sebagainya, Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu,
baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang
diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau
diekspresikan di luar kesadaran.
Analisis :
Didalam esai “Tradisi Plagiat
Penulis Instan” merupakan bentuk tindakan menyanggah atas perbuatan plagiat
yang dilakukan oleh para penulis instan yang mengangggap menulis adalah kegiatan yang bisa mendatangkan
penghasilan. Dimulai dari paragraf pertama
Untung wahyudi memaparkan topik tulisan yaitu aktivitas menulis bukanlah perkara mudah. Saat membaca esai ini
kita akan menganggukkan kepala, betapa na’asnya nasib tulisan masa sekarang.
Yang berakibat buruk pada dunia penulis.
Pada paragraf kedua ia melihatkan fenomena yang ada saat ini yang memperlihatkan
betapa ia sangat tidak setuju akan sikap plagiat yang sudah dijadikan tradisi
oleh para penulis instant. Pada paragraf ini juga Untung wahyudi yang sekarang
menjabat sebagai pembina sanggar pesantren di Sumenep Madura menuliskan alasan
para plagiat itu satu-satunya adalah rasa malas mereka akan melakukan riset
terhadap tulisannya.
Sanggahan Untung wahyudi terhadap kelakuan para
plagiat ini membuka cakrawala para penulis pemula untuk bisa berkarya
dijelaskan juga pada tulisan berikutnya, yaitu paragraf ke tiga hingga sepuluh yang merupakan kalimat pendukung dari topik
pada paragraf sebelumnya. Dan pada paragraf sembilan ia juga memberikan teori
mengenai esai ini.
2.
Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana,
seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana di sini dipandang
diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Mengikuti
Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang
mengkomunkasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi
apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi;
dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Guy Cook menyebutkan ada tiga
hal yang sentral dalam pengertian wacana; teks, konteks, dan wacana. Teks
adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar
kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar,
efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang
berada di luar teks.
Analisis :
Esai
berikut ini ditulis dalam konteks situasi zaman sekarang yaitu peristiwa yang terjadi dewasa
ini aktivitas menulis seolah-olah merupakan pekerjaan yang diincar banyak
kalangan. Dari mahasiswa, guru, dokter, dosen, dan lainnya berlomba-lomba untuk
menulis, baik buku maupun tulisan kreatif semacam cerpen atau opini di media
massa. Kondisi
yang membuat mereka (para plagiat) menjadikan menulis bukan hanya sebagai media
untuk menyampaikan gagasan dan olah pikiran saja.
Terlihat pada paragraf kedua, Untung mengatakan. Penulis yang malas berusaha tersebut
lazim dikenal sebagai “penulis karbitan”. Inilah fenomena yang terjadi
sekarang membuat untung wahyudi yang juga berprofesi sebagai penulis lepas dan
bloger ini geram dengan tingkah para penulis karbitan.
Begitu juga dengan paragraf tiga dan
keempat,
Namun, tahun
1997 nasibnya berubah total ketika penerbit Inggris, Bloomsbury Press,
menerbitkan buku Harry Potter yang pertama; Harry Potter and the Philosopher’s
Stone, begitu juga buku-buku selanjutnya (Pustaka Annida, 2004).
Begitu juga
yang dialami Mahfud Ikhwan, pengarang novel Kambing & Hujan. Sebelum novel
yang mengangkat kisah cinta yang bersinggungan antara NU dan Muhammadiyah itu
keluar sebagai pemenang pertama Sayembara Menulis Novel DKJ 2014, Mahfud Ikhwan
sudah pernah menawarkan novel tersebut ke beberapa penerbit. Dan, tak satu pun
penerbit yang merespons tawaran tersebut. Tapi nasib berkata lain. Novel roman
yang sebentar lagi akan diadaptasi ke layar lebar tersebut berhasil memenangkan
sayembara novel bergengsi di negeri ini.
Merupakan konteks dari paragraf sebelumnya yang
menjelaskan pengalaman dari kisah penulis novel fenomenal Harry Potter. Yang
sudah lama menulis dan telah berkali-kali gagal.
Pada paragraf
keenam :
Masalah ini
pernah disinggung Ali Usman dalam tulisan berjudul Buku, Penulis, dan Pasar
(Jawa Pos, Oktober 2015). Menurutnya, banyak buku sejenis cara sukses menjawab
soal ujian CPNS, tetapi isi di dalamnya tidak menjelaskan layaknya buku how to,
tapi berisi kumpulan soal CPNS yang pernah diujikan pada tahun-tahun
sebelumnya. Atau, buku tentang kesehatan/kedokteran yang ditulis sarjana
(bahkan masih berstatus mahasiswa S-1) agama.
Paragraf ini merupakan konteks dari paragraf sebelumnya menjelsakan
tentang alasan para plagiat yaitu akibat dari rasa malas mereka melakukan riset
dan ketidak sabaran calon penulis justru menjadi bumerang bagi karir
kepenulisannya kedepan.
3.
Historis
Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh
kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana
situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu
melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang
atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan
seterusnya.
Analisis :
Perhatian Untung wahyudi pada dunia
sastra sangat tinggi dilihat dari kebanyakan esainya berisikan tentang tema
menulis, salahsatunya “Ekstensi sastra dan minat baca-tulis dikalangan remaja”
yang diterbitkan oleh Riau Pos pada tanggal 05 Agustus 2012 yang lalu. Setelah
tulisannya itu terbit ternyata tidak memberikan respon kepada masyarakat
khususnya kepada para plagiat. Peristiwa ini tidak malah makin berlanjut
ditambah dengan adanya kebebasan teknologi sekarang yang dengan mudah
mendapatkan tulisan dan informasi apapun yang diinginkan membuat mereka malas
untuk berfikir kemudian mempermudah tindakan plagiat ini.
Tulisannya yang jelas ditujukan
kepada para plagiat yang hingga sekarang perbuatan mereka semakin merajalela
membuat untung wahyudi menulis kembali esai yang berjudul “Menulis bukanlah perkara mudah”.
Karna sebagai penulis untung wahyudi juga pernah mengalami berkali-kali jatuh,
tulisannya lama tidak ada yang mau menerima. Namun karna kegigihannya dan mau
menjalani proses serta terus belajar, kini ia telah menerima hasilnya. Semangat
akan proses inilah yang tidak dimiliki oleh para penulis muda sekarang. Seperti
tulisan yang ditulisnya pada paragraf lima
dan tujuh:
Rasa malas melakukan riset dan ketidaksabaran calon penulis justru bisa
menjadi bumerang bagi karir kepenulisannya ke depan. Karyanya bisa jadi hanya
menjadi karya mentah dan kering karena tidak berhasil menarik masyarakat untuk
membacanya. Karya yang dihasilkannya sering kali hanya jadi “buku pesanan”
penerbit yang ujung-ujungnya diobral ketika bukunya baru terbit dalam hitungan
bulan. Padahal, jika mau bersungguh-sungguh, mereka bisa menggarap tulisan
(buku) yang sesuai dengan kemampuan atau bidang yang digelutinya.
Perilaku malas membaca dan melakukan riset juga bisa menjerumuskan penulis
ke lembah plagiarisme. Hal ini sudah banyak terbukti. Baru-baru ini di media
sosial heboh tentang plagiat yang dilakukan seorang penulis cerpen pemula.
Penulis yang masih berusia muda tersebut memplagiat secara utuh sebuah cerpen
yang pernah dimuat Story Teenlit Magazine, majalah cerpen remaja yang sudah
berhenti terbit sejak pertengahan 2014. Si plagiator terbukti hanya mengganti
judul dan nama penulis. Sebuah perilaku yang tak layak dilakukan, apalagi bagi
seorang pemula yang menggebu-gebu menjadi penulis instan.
4.
Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan
atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral
tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Analisis wacana kritis tidak
membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga
menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya
tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat
apa yang disebut sebagai kontrol. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam
bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Bentuk
kontrol terhadap wacana tersebut dapat berupa kontrol atas konteks, atau dapat
juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur wacana.
Analisis :
Esai ini menjelaskan bahwa kekuatan
perkembangan media modern ini, memberikan peluang bagi penulis yang ingin cepat
terkenal. Penulis yang secara individu memiliki ilmu pengetahuan yang lebih
dari masyarakat awam dengan mudah membodohi pembaca dengan melakukan copy paste
pada tulisan yang diinginkannya di internet. Hal ini dijelaskan oleh untung
wahyudi pada tulisannya pada paragraf ke tujuh
dan delapan, yaitu :
Budaya Plagiat
dan copy paste
Perilaku malas
membaca dan melakukan riset juga bisa menjerumuskan penulis ke lembah
plagiarisme. Hal ini sudah banyak terbukti. Baru-baru ini di media sosial heboh
tentang plagiat yang dilakukan seorang penulis cerpen pemula. Penulis yang
masih berusia muda tersebut memplagiat secara utuh sebuah cerpen yang pernah
dimuat Story Teenlit Magazine, majalah cerpen remaja yang sudah berhenti terbit
sejak pertengahan 2014. Si plagiator terbukti hanya mengganti judul dan nama
penulis. Sebuah perilaku yang tak laik dilakukan, apalagi bagi seorang pemula
yang menggebu-gebu menjadi penulis instan.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa budaya plagiat ini juga terjadi dalam penulisan buku. Seorang penulis yang malas melakukan riset bisa jadi juga tergoda untuk melakukan copy-paste, baik dari buku-buku, lebih-lebih dari internet yang bisa diunduh dengan mudah. Hal ini juga yang membuat banjirnya buku-buku how to, agama, keterampilan, dan semacamnya yang sedang tren, dari penulis-penulis baru yang sebelumnya belum pernah menerbitkan buku.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa budaya plagiat ini juga terjadi dalam penulisan buku. Seorang penulis yang malas melakukan riset bisa jadi juga tergoda untuk melakukan copy-paste, baik dari buku-buku, lebih-lebih dari internet yang bisa diunduh dengan mudah. Hal ini juga yang membuat banjirnya buku-buku how to, agama, keterampilan, dan semacamnya yang sedang tren, dari penulis-penulis baru yang sebelumnya belum pernah menerbitkan buku.
Esai yang tediri dari 11 paragraf ini memperlihatkan betapa
kekuasaan dari kelompok perusahaan penerbit tertentu membuat perkembangan
plagiat ini menjamur hingga sekarang, penerbit merupakan kelompok yang memiliki
akses untuk menerbitkan tulisan membuat mereka lebih leluasa menjadikan para
plagiator ini sebagai penghasil pundi-pundi uangnya. Demi kepentingan
perusahaan mereka, penerbit yang memanfaatkan kebutuhan masyarakat awam akan
informasi-informasi tertentu melalui media cetak atau tulisan membuat para
penerbit ingin ikut menikmati hasil dari penulis karbitan. Seperti yang ditulis
oleh Untung wahyudi pada paragraf sembilan
dan sepuluh :
Dalam bukunya
berjudul Declare!: Kamar Kerja Penerbit Jogja (1998-2007), Adhe menyatakan
bahwa, tren buku dan tingginya tingkat penjualan buku dengan tema-tema tertentu
telah mendorong beberapa penerbit untuk ikut mencicipinya walau dengan
cara-cara yang menafikan produk mereka. Misal, lakunya buku-buku panduan tes
psikotes telah melahirkan buku-buku yang isinya satu sama lain serupa namun
berasal dari sekian penerbit yang berbeda. Proses penerbitannya dilakukan
dengan mengambil dari buku-buku psikotes yang sudah ada, lantas mencantumkan
nama penulis asal-asalan dan bisa siapa saja.
Lebih lanjut Adhe menegaskan bahwa akibat dari penggunaan cara-cara semacam itu maka muncullah beberapa kecenderungan buruk yang dilakukan oleh penerbit dan penulis (dalam hal ini Adhe melakukan riset untuk penerbit Jogja). Di antaranya adalah ditemukannya cara penulisan dan penerbitan yang sembrono karena tidak mencantumkan sumber tulisan, munculnya nama-nama anonim yang merupakan rekayasa penerbit, adanya penulis yang menjual berbagai naskah buku bertema tertentu ke penerbit dengan isi yang hampir sepenuhnya sama karena hasil otak-atik, dan tidak ada proses penulisan yang dilakukan oleh penulis atau penerbit selain sekadar menganyam dari berbagai sumber yang sudah beredar (Adhe, 2007).
Lebih lanjut Adhe menegaskan bahwa akibat dari penggunaan cara-cara semacam itu maka muncullah beberapa kecenderungan buruk yang dilakukan oleh penerbit dan penulis (dalam hal ini Adhe melakukan riset untuk penerbit Jogja). Di antaranya adalah ditemukannya cara penulisan dan penerbitan yang sembrono karena tidak mencantumkan sumber tulisan, munculnya nama-nama anonim yang merupakan rekayasa penerbit, adanya penulis yang menjual berbagai naskah buku bertema tertentu ke penerbit dengan isi yang hampir sepenuhnya sama karena hasil otak-atik, dan tidak ada proses penulisan yang dilakukan oleh penulis atau penerbit selain sekadar menganyam dari berbagai sumber yang sudah beredar (Adhe, 2007).
5.
Ideologi
Dalam pandangan kritis, wacana dipandang sebagai praktik
ideologi, atau pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi yang berada di
balik penghasil teksnya akan selalu mewarnai bentuk wacana tertentu. Penghasil
teks yang berideologi liberalisme atau sosialisme tentu akan menghasilkan
wacana yang memiliki karakter sendiri-sendiri. Dua catatan penting yang
berkenaan dengan ideologi dalam wacana. Pertama, ideologi secara inheren
bersifat sosial, tidak personal atau individu. Ideologi akan selalu membutuhkan
anggota kelompok, komunitas, atau masyarakat yang mematuhi dan memperjuangkan
ideologi itu. Kedua, ideologi digunakan secara internal di antara anggota
kelompok atau komunitas. Ideologi selalu menyediakan jawaban tentang identitas
kelompok.
Analisis :
Ideologi Untung wahyudi sebagai
penulis yang tergabung dalam komunitas penulis memandang bahwa esai yang
ditulisnya ini akan memberikan suatu gambaran mengenai tradisi plagiat penulis
instan adalah perbuatan yang memalukan bagi kelompok penulis. Pengaruh terhadap
kelompok penulis plagiat.
Ideologi para plagiat sebagai
penulis yang ingin menjadi terkenal yaitu perbuatan mereka adalah cara yang
cepat untuk sukses didunia menulis tanpa mempertimbangkan akibat dan dampak
perbuatan mereka terhadap karirnya kelak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, analisis wacana kritis merupakan teori
untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan
perkembangan sosial budaya. Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya bisa
dilihat dalam area linguistik dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang
terdapat dalam teks (novel) bisa menggunakan teori analisis wacana kritis.
Teori analisis wacana kritis memiliki beberapa karakteristik yaitu : tindakan,
konteks, histori, kekuasaan dan ideologi.
Analisis terhadap esai Untung Wahyudi ini memberikan
pandangan kritis kepada pembaca betapa tradisi plagiat penulis instan adalah perbuatan
tercela.
B. Saran
Saran penulis bagi para mahasiswa
sastra melayu khususnya agar lebih memahami tentang analisis wacana kritis ini
karna sangat berguna kelak bagi bidangnya di masyarakat kelak jika lulus.
Bagi para pembaca umumnya seluruh
penulis agar jangan melakukan perbuatan plagiat sebagai tradisi untuk menjadi
penulis terkenal. Jalanilah proses yang akan membawakan nama kita dikenal
dengan kerja keras kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar