CERITA MT:MARAPI 2891MDPL
Kami berangkat malam itu dari rantau berangin Riau menuju
Sumatra Barat dengan mengenderai sepeda motor masing-masing berboncengan
kecuali bang solihin. Dari 4 sepeda motor 3 nya adalah matic. Kami namai
perjalanan backpacker kami dengan Matic boy. Sebenarnya saya seorang perempuan
yang terselip disana, yah mau gimana lagi karna kalah jumlah ya mengalah.
Perjalanan yang panjang itu bermuara subuh di payakumbuh, selanjutnya hanya 30
menit kami sampai dikaki gunung Marapi Sum-bar tepatnya didesa Kotobaru. Semua
persiapan kami perhitungkan matang-matang disini, sambil sarapan lontong gulai
cincang saya memeriksa apasaja perlengkapan yang masih kurang. Disini
dikaki gunung marapi ada beberapa kios yang menjual dan menyewakan peralatan
lengkap untuk camp. Bagi kawan-kawan yg tidak mau repot membawa beban dari Negri
asal boleh disana saja menyewanya. Namun lain dengan kami yang hanya berbekal
apa adanya. Tidak ada yang tidak bisa kami bagi.
Setelah sarapan kami membeli
nasi 7 bungkus untuk 2 hari. Jergen 5 liter dan 2 liter masing-masing 1. Panci
untuk masak air, snak dibeli perorangan. Mie instan 5 bungkus, Abu Dan tak
ketinggalan kebutuhan pribadi kaos tangan, shal, dan sebo. Mengenai harga
sangat bersahabat. Melihat orang-orang yang mau mendaki, baik yang Camp atau
tidak beban mereka benar-benar lengkap. Sedangkan kami Cuma ransel. Perlengkapan yang kami bawa Cuma 2 buah
tenda. Kompor spirtus. Jaket itupun sudah dipakai. Dan peralatan pribadi. Kami mulai menuju parkiran untuk para pendaki
tepat dipintu masuk. Satu sepeda motor dikenai 5000 rupiah saja, dan biaya
daftar nama 10.000/orang. Tepatnya jam 08.00 pagi masing dengan semangat 45,
kami mulai melangkahkan kaki pertama dengan berdoa terlebih dahulu juga tak
lupa berpose didepan parkiran.
Nah ceritanya dimulai
dari sini nih.....................
Rombongan terdiri dari 7 orang. 6 adalah laki-laki dan 1
perempuan. Ketujuhnya bergabung dengan latar belakang yang berbeda. Kita mulai
dari rombongan pekanbaru “Sisa Maticboy” 3 orang yang pelaku utamanya adalah
Dedek saputra dan Sholihin dari Universitas Lancangkuning, mereka berdualah
Genk Maticboy yang tersisa yang berkesempatan ikut saat itu. Dedek membawa
temannya Rahmat “Tak muak” dari UIN pekanbaru. Dan dari Kampar “Terdampar” ada Ronal syahputra mahasiswa Politeknik Kampar, dan rombongan Ujungbatu “Family” Nur atika dan suaminya Deswan serta
adik kandungnya Muhammad doni. Nah saat perjalanan pertama kami berjarak 200
meter dalam perjalanan terbagi 2 kelompok. 4 orang dan 3 orang. Pada pos pertama
kami saling berjumpa dan bercerita begitulah seterusnya perjalanan selama 7 jam
nonstop itu kami lalui dengan suka cita dan derita. Ada cerita Rahmat alias
Amek yang bertemu babi hutan BESARRRRR dia sudah 7 kali mendaki gunung marapi,
ada Ronal yang disonget tubuan tanah, katanya akibat mengecewakan teman
kampusnya yang mengajak trip ke Aek Martuah namun Ronal memilih ikut trip ke
marapi, ada Doni dengan ceritanya pahlawan kesiangan, terkena juga karna
menolong temannya Ronal, katanya “Apakah kita ngak salah tempat wisata nih”,
ada juga Cerita mesra pasangan pengantin lama yang baru dapat bulan madu
sekarang Tika dan Deswan. Ada juga cerita rombongan lain yang juga mempunyai
semangat lebih dari kami yang kami temui sepanjang jalan. Yang berkesan
diantaranya awal perjalanan bertemu dengan rombongan dari Mahasiswa
Padangpanjang, mereka dengan beban ransel yang wah, kami bertanya :
“Pak...” “Yo Pak”. “Bara Hari diateh Pak?” “Sore beko ka turun
baliek pak” kwkkwkwkwk
Dengan bawaan sebanyak
itu? Jalan mereka seperti kilat padahal
area pendakian begitu. Setelah setengah tersisa perjalanan kami hal yang
mengagetkan terjadi. Kami bertemu kembali dengan mereka. “Eh jumpo lo liek jo
apak nan dibawah tadin” “Lah sampai diateh pak”. “Alah pak, ko nio turun pulang
lai”. Waduh....dengan mulut yang mengango dan mata melotot ketujuh kami saling
berpandangan. Awak????? Ya baru kami sadari kami orang Riau yg jalanannya
datar. Belum terbiasa dengan jalan mendaki sedangkan mereka untuk mengambil air
saja harus mendaki dan menurun dulu dibelakang rumahnya 5 kali sehari. Lihatlah
kiri kanan sepanjang perjalanan sebelum sampai ke tengah hutan kami melihat
masyarakat berkebun dilereng-lereng itu dengan memikul keranjang tomat mungkin
beratnya mencapai 50 kilo sambil menuruni jalan itu. Dan ada yang mendaki
membawa pupuk untuk perkebunan mereka. SALUTTT...
Ada lagi cerita sekeluarga pendaki gila. Anak mereka
berumur sekitar 3 tahun digendong belakang oleh ayahnya. Dan anak satunya
berusia 7 tahun diberi tongkat berjalan sendiri dibarisan paling depan dan ibunya
yang membawa ransel serta bibinya yang juga membaw beberapa perbekalan. Sesekali
mereka dicegat oleh pendaki lain untuk minta berfoto. Namun kami hanya dapat
memotret dari jauh, karna sedang berduka atas tragedy Tubuan tanah itu. Kami
bertemu mereka tepat setelah kejadian Tubuan tanah itu. Dan masih ada banyak cerita yang selama 7 jam
akan terukir dalam benak kami. Ini masih dalam perjalanan kecadas
lanjut........