Sabtu, 28 Januari 2017

CERITA MT: MARAPI(awal keberangkatan)part 1

CERITA MT:MARAPI 2891MDPL 

            Kami berangkat malam itu dari rantau berangin Riau menuju Sumatra Barat dengan mengenderai sepeda motor masing-masing berboncengan kecuali bang solihin. Dari 4 sepeda motor 3 nya adalah matic. Kami namai perjalanan backpacker kami dengan Matic boy. Sebenarnya saya seorang perempuan yang terselip disana, yah mau gimana lagi karna kalah jumlah ya mengalah. Perjalanan yang panjang itu bermuara subuh di payakumbuh, selanjutnya hanya 30 menit kami sampai dikaki gunung Marapi Sum-bar tepatnya didesa Kotobaru. Semua persiapan kami perhitungkan matang-matang disini, sambil sarapan lontong gulai cincang saya memeriksa apasaja  perlengkapan yang masih kurang. Disini dikaki gunung marapi ada beberapa kios yang menjual dan menyewakan peralatan lengkap untuk camp. Bagi kawan-kawan yg tidak mau repot membawa beban dari Negri asal boleh disana saja menyewanya. Namun lain dengan kami yang hanya berbekal apa adanya. Tidak ada yang tidak bisa kami bagi. 

             Setelah sarapan kami membeli nasi 7 bungkus untuk 2 hari. Jergen 5 liter dan 2 liter masing-masing 1. Panci untuk masak air, snak dibeli perorangan. Mie instan 5 bungkus, Abu Dan tak ketinggalan kebutuhan pribadi kaos tangan, shal, dan sebo. Mengenai harga sangat bersahabat. Melihat orang-orang yang mau mendaki, baik yang Camp atau tidak beban mereka benar-benar lengkap. Sedangkan kami Cuma ransel.  Perlengkapan yang kami bawa Cuma 2 buah tenda. Kompor spirtus. Jaket itupun sudah dipakai. Dan peralatan pribadi.  Kami mulai menuju parkiran untuk para pendaki tepat dipintu masuk. Satu sepeda motor dikenai 5000 rupiah saja, dan biaya daftar nama 10.000/orang. Tepatnya jam 08.00 pagi masing dengan semangat 45, kami mulai melangkahkan kaki pertama dengan berdoa terlebih dahulu juga tak lupa berpose didepan parkiran.
Nah ceritanya dimulai dari sini nih.....................
            Rombongan terdiri dari 7 orang. 6 adalah laki-laki dan 1 perempuan. Ketujuhnya bergabung dengan latar belakang yang berbeda. Kita mulai dari rombongan pekanbaru “Sisa Maticboy” 3 orang yang pelaku utamanya adalah Dedek saputra dan Sholihin dari Universitas Lancangkuning, mereka berdualah Genk Maticboy yang tersisa yang berkesempatan ikut saat itu. Dedek membawa temannya Rahmat “Tak muak” dari UIN pekanbaru. Dan dari Kampar “Terdampar” ada Ronal syahputra mahasiswa Politeknik Kampar, dan rombongan Ujungbatu “Family” Nur atika dan suaminya Deswan serta adik kandungnya Muhammad doni. Nah saat perjalanan pertama kami berjarak 200 meter dalam perjalanan terbagi 2 kelompok. 4 orang dan 3 orang. Pada pos pertama kami saling berjumpa dan bercerita begitulah seterusnya perjalanan selama 7 jam nonstop itu kami lalui dengan suka cita dan derita. Ada cerita Rahmat alias Amek yang bertemu babi hutan BESARRRRR dia sudah 7 kali mendaki gunung marapi, ada Ronal yang disonget tubuan tanah, katanya akibat mengecewakan teman kampusnya yang mengajak trip ke Aek Martuah namun Ronal memilih ikut trip ke marapi, ada Doni dengan ceritanya pahlawan kesiangan, terkena juga karna menolong temannya Ronal, katanya “Apakah kita ngak salah tempat wisata nih”, ada juga Cerita mesra pasangan pengantin lama yang baru dapat bulan madu sekarang Tika dan Deswan. Ada juga cerita rombongan lain yang juga mempunyai semangat lebih dari kami yang kami temui sepanjang jalan. Yang berkesan diantaranya awal perjalanan bertemu dengan rombongan dari Mahasiswa Padangpanjang, mereka dengan beban ransel yang wah, kami bertanya :
“Pak...” “Yo Pak”.  “Bara Hari diateh Pak?” “Sore beko ka turun baliek pak” kwkkwkwkwk
Dengan bawaan sebanyak itu?  Jalan mereka seperti kilat padahal area pendakian begitu. Setelah setengah tersisa perjalanan kami hal yang mengagetkan terjadi. Kami bertemu kembali dengan mereka. “Eh jumpo lo liek jo apak nan dibawah tadin” “Lah sampai diateh pak”. “Alah pak, ko nio turun pulang lai”. Waduh....dengan mulut yang mengango dan mata melotot ketujuh kami saling berpandangan. Awak????? Ya baru kami sadari kami orang Riau yg jalanannya datar. Belum terbiasa dengan jalan mendaki sedangkan mereka untuk mengambil air saja harus mendaki dan menurun dulu dibelakang rumahnya 5 kali sehari. Lihatlah kiri kanan sepanjang perjalanan sebelum sampai ke tengah hutan kami melihat masyarakat berkebun dilereng-lereng itu dengan memikul keranjang tomat mungkin beratnya mencapai 50 kilo sambil menuruni jalan itu. Dan ada yang mendaki membawa pupuk untuk perkebunan mereka. SALUTTT...

            Ada lagi cerita sekeluarga pendaki gila. Anak mereka berumur sekitar 3 tahun digendong belakang oleh ayahnya. Dan anak satunya berusia 7 tahun diberi tongkat berjalan sendiri dibarisan paling depan dan ibunya yang membawa ransel serta bibinya yang juga membaw beberapa perbekalan. Sesekali mereka dicegat oleh pendaki lain untuk minta berfoto. Namun kami hanya dapat memotret dari jauh, karna sedang berduka atas tragedy Tubuan tanah itu. Kami bertemu mereka tepat setelah kejadian Tubuan tanah itu.  Dan masih ada banyak cerita yang selama 7 jam akan terukir dalam benak kami. Ini masih dalam perjalanan kecadas



Tunggu kisah kami selanjutnya masih digunung marapi. sesi malam di cadas, pagi dipuncak dan siang menurun. pulang.


lanjut........


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...