PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN PRIBADI ANAK
Program
SI Universitas Lancang Kuning
Di
susun oleh
ARIANTO
KHAIRUNNISA
NUR
ATIKA
NUR
LIANA
YUSMI
UNIVERSITAS
LANCANG KUNING
FAKULTAS ILMU BUDAYA
JURUSAN SASTRA MELAYU
PEKANBARU
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, kita memuji
Allah dengan pujian yang banyak dan pantas bagi keagungan dan kemuliaan-Nya.
Sholawat dan salam semoga tersampaikan kepada nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan risalah, mengemban amanat dan membimbing umat. Juga kepada
keluarga dan para sahabatnya yang telah mendampinginya berjihad menegakkan
Islam.
Berkat rahmat dan ridho Allah SWT,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
Tanpa bantuan dan dukungan dari
teman-teman semua, makalah ini tidak akan pernah ada, do’a dan harapan penulis
semoga Allah memberi balasan yang lebih baik dari apa yang telah kita lakukan
selama ini.
Demikian yang dapat penulis
sampaikan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Pekanbaru
, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................
1
A.
Latar
Belakang...................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN …………………………….......................... 2
A. Pengertian Perkembangan Sosial dan Pribadi
Anak ......... 2
B.
Pengaruh Proses Perkembangan
Sosial Terhadap
Pribadi Anak
........................................................................ 4
BAB III PENUTUP
...................................................................................11
A.
Kesimpulan............................................................................11
B. Saran
.....................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar
pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada
diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha
individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan
psikomotor (Bloom, 1974). Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai
pemahaman tentang dasar teoritis perkembangan sosial dan pribadi pada
masing-masing (individu) anak, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat
pengertian sosial dan pribadi, serta menggambarkan mekanisme terjadinya
berbagai bentuk pribadi dalam diri manusia, serta memahami penahapan
perkembangan sosial.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah model pembelajaran difokuskan agar pendidik mampu memahami perkembangan
sosial dan pribadi anak.
C. Tujuan
Dalam
penulisan makalah ini, bertujuan untuk mampu menjelaskan tentang perkembangan sosial
dan pribadi anak.
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini bagi :
a.
Pendidik (Guru)
Sebagai
bahan evaluasi bagi guru dalam usahanya memahami perkembangan pribadi dan sosial
anak.
b.
Sekolah
Mampu
menerapkan dan memahami metode perkembangan pribadi dan sosial anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Sosial dan
Pribadi Anak
a. Pengertian Perkembangan Soaial Anak
Perkembangan sosial anak artinya anak melakukan
kegiatan dengan melibatkan orang lain, baik teman, atau orang yang lebih dewasa
yang ada di sekitarnya. Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia
dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995:105)
mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi
makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi
merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan
dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan
tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku,
seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".
Muhibin
(1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan
social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya,
bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku
sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial
dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat
sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang
lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman
bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah
dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia
lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti
senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara
keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan
hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari
tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana.
Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan
dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa
semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan
manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki
oleh manusia.
b. Pengertian Perkembangan Pribadi Anak
Perkembangan
pribadi anak yaitu perkembangan yang ada pada diri anak. Perkembangan ini
bersifat individu. Pada implikasi dalam KBM. baik perkembangan pribadi dan
sosial sangat diperlukan, dalam belajar anak kadang memerlukan teman untuk
membantu proses belajar tapi kadang anak bisa melakukannya sendiri/mandiri.
Sebagai guru sebaiknya dapat menentukan model pembelajaran yang cocok dengan
kedua perkembangan di atas, sehingga anak mengalami keseimbangan dalam
berkembang. Pada perkembangan pribadi
ini menyangkut perkembangan pada diri pribadi anak tentang identitas dirinya,
moral dan cara berfikir anak terhadap tingkah lakunya dari hasil proses
perkembangan sosialnya sendiri
B. Pengaruh
Proses Perkembangan Sosial Terhadap Pribadi Anak
Pada
proses perkembangan sosial, anak dilatih untuk beradaptasi dengan lingkungan
agar tidak takut untuk berelasi dengan orang lain. Semakin kompleksnya
lingkungan pergaulan anak adalah suatu proses kehidupan yang wajar bahkan baik,
bukan hanya tuntutan lingkungan yang menjadikan anak mau berelasi dengan orang
lain namun karena kesadaran anak itu sendiri.
Untuk
menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi.
Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan
satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu
sebagai berikut.
1. Belajar
untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2. Belajar
memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3. Mengembangkan
sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada
di masyarakat.
Pada
perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan
terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu
nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya
mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok
yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu
menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri.
Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang
lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak
berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang
tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka
tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi
individu antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial,
tetapi dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini
ditolak atau dikucilkan oleh kelompok
sosial.
Selain kedua kelompok tadi, dalam perkembangan
sosial ini adapula istilah individu yang introvert dan extrovert.
Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari
lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil
selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri.
Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya pendiam
dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa
dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah kecenderungan
seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat,
sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh
peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovert biasanya
cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakan introvert dan extrovert hanya
merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan seseorang. Jika seseorang
menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan
barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain
menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki
kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan
lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya
bisa terpuaskan.
Ada dua puluh karakteristik yang dapat
menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut.
1. Dapat
menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.
2. Menikmati
pengalamannya.
3. Mau
menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai
anggota kelompok, murid di sekolah atau sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4. Mampu
memecahkan masalah dengan segera.
5. Dapat
melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa bahagia.
6. Mampu
membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.
7. Tetap pada
pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.
8. Merasa puas
dengan kenyataan.
9. Dapat
menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10. Belajar dari kegagalan tidak mencari
alasan untuk kegagalannya.
11. Tahu bagaimana harus bekerja pada
saat kerja dan bermain pada saat main.
12. Dapat berkata tidak pada situasi
yang mengganggunya.
13. Dapat berkata ya pada situasi yang
membantunya.
14. Dapat menunjukkan kemarahan ketika
merasa terluka atau merasa haknya terganggu.
15. Dapat menunjukkan kasih sayang.
16. Dapat menahan sakit dan frustrasi
bila diperlukan.
17. Dapat berkompromi ketika mengalami
kesulitan.
18. Dapat mengonsentrasikan energinya
pada tujuan.
19. Menerima kenyataan bahwa hidup
adalah perjuangan yang tak ada habisnya.
20. Untuk menjadi individu dengan
penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu
menerima dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis
terhadap diri dan kemampuannya.
a. Bentuk
– Bentuk Tingkah laku Sosial Pembentuk
Pribadi Anak
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan
dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.
Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk
tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan
mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat
hingga enam tahun.
Sikap
orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak
yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang
tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak.
2.
Agresi (Agression)
Yaitu
perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa
karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
Sebaiknya
orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.
Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa
tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.
Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari
sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam
bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada
orang yang digodanya.
5.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang
lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia
empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat
bersaing ini akan semakin baik.
6.
Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan
orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun,
pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.
Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai
situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini
adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.
Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam
memenuhi interest atau keinginannya
9.
Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong
individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau
bekerjasama dengan dirinya.
b. Fungsi Perkembangan Soaial Terhadap
Perkembangan Pribadi Anak
1. Perkembangan
Identitas
Perkembangan identitas
adalah keseluruhan persepsi seseorang tentang dirinya baik perilaku,
sikap,harga diri. Pada konsep diri ini seseorang mengalami perkembangan dari
lahir dan mencapai puncaknya pada saat remaja hingga tua dan ahirnya meninggal.
Menurut Ericson pada tiap fase perkembangan pasti mempunyai kendala dan jika
seseorang bisa mengatasi masalah tersebut artinya dia mempunyai kepribadian
yang sehat, namun sebaliknya jika seseorang tidak bisa atau sulit dalam
mengatasi permasalahan itu maka dia mempunyai kepribadian bagai air dalam daun
talas. Pada perkembangan identitas seseorang memerlukan tempat seperti
lingkungan masyarakat agar identitasnya dapat berkembang secara baik.
2. Tahap
perkembangan moral
Moral adalah
perasaan jadi bisa dikatakan bahwa perkembangan moral merupakan perkembangan
perasaan yang terjadi pada seseorang setelah dia merasakan sesuatu. Menurut
Kohlberg dan piaget perkembangan moral berkolerasi dengan perkembangan
kecerdasan individu, sehingga seharusnya bila perkembangan kecerdasan telah
mencapai kematangan, maka perkembangan moral juga harus mencapai tingkat
kematangan. Tahap perkembangan moral adalah ukuran tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya. Tahap-tahap perkembangan
moral menurut Kohlberg yaitu
a. Pra-Konvensional Pada tahap ini kebanyakan terjadi pada
anak-anak walaupun orang dewasa juga ada yang melakukannya. Seseorang yang
berada pada tingkat ini menilai bahwa moralitas itu sebuah tindakan yang
mempunyai konsekuensinya langsung. Pada tahap ini terdiri dari dua tahap yakni
tahap pertama dimana seseorang dalam melakukan tindakan memfokuskan langsung
pada konsekuensinya, jadi semakin berat konsekuensinya maka semakin salah
tindakan itu. Tahap selanjutnya yakni tahap ke dua dimana sesorang dalam
melakukan tindakan akan berfikir seberapa untungnya untuk saya? Penalaran tahap
dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain.
b. Konvensional Tahap ini terjadi pada seorang remaja atau orang
dewasa. Mereka menilai moral diri sebagai tindakan dengan membandingkan dengan
pandangan harapan masyarakat terhadapnya. Pada tahap ini terjadi dua tahap
yakni tahap ke tiga dimana seseorang atau orang dewasa memasuki masyarakat maka
dia mempunyai peran sosial. Disini seseorang akan mempunyai peran sosial yang
baik untuk mempertanggungjawabkan harapan masyarakat terhadap dirinya. Tahap
selajutnya yakni ke empat pentingnya mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi
sosial karena berguna dalam memelihara fungsi terhadap masyarakat.
c. Pasca-Konvensional Juga dikenal sebagai tahap berprinsip,
terlihat jelas bahwa individu sebenarnya terpisah dari masyarakat. Terdiri dari
dua tahap yakni tahap ke lima dimana individu memiliki pendapat dan nilai yang
berbeda dan dia memiliki hak untuk dihargai orang lain. Tahap selanjutnya yaitu
tahap ke enam dimana penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak dan
menggunaka prinsip etika universal, Hukum hanya valid bila berdasar pada
keadilan, dan keharusan agar tidak membela hukum yang tidak adil menjadi
komitmen terhadap keadilan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Belajar pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan
perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku
terjadi karena usaha individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah
efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974).
Menjelaskan
proses perkembangan menurut Erikson Erikson berpendapat bahwa tema utama dalam
kehidupan ialah pencarian identitas diri, bukan hanya menyangkut pemahaman dan
pencarian jati diri melainkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap
masyarakat. Jadi dalam kehidupan seseorang mengalami perkembangan sosial dan
perkembangan pribadi sehingga secara tersirat dia akan menemukan jati diri dan
berusaha agar dirinya bisa diterima oleh masyarakat. Dalam pandangan Erikson,
identitas diri terbentuk melalui proses krisis psikososial. Dalam pembentukan
jati diri sesorang dihadapkan pada berbagai permasalahan, dan jika seseorang
mampu menyelesaikan permasalahan itu dengan mudah artinya dia memiliki
kepribadian yang sehat, namun sebaliknya jika seseorang sulit dalam memecahkan
masalah itu artinya sesorang itu mengalami kebimbangan dalam kehidupannya.
B. Saran
Penerapan
perkembangan identitas dan moral dalam KBM Dalam penerapannya yang memiliki
fungsi lebih adalah guru. Bagaimana guru dapat menyesuaikan antara perkembangan
identitas dan moral tiap pribadi anak didiknya terhadap metode belajar yang
digunakan. Guru juga harus faham kelas berapa yang ia ajar, jangan pernah guru
memperlakukan moral anak kelas 1 sama seperti moral kelas 6 SD. Dan sebagai
calon guru sebaiknya paham betul tentang perkembangan ini karena nantinya akan
siap dalam mengajar kelas berapapun.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom. (1974). Hakikat Pembelajaran
Goleman, D. (1995). Emotional Intellegence. Jakarta
: Gramedia.
Hurlock, E.B. (1978). Chiled Development. 6th Ed. Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc.,
International Studend Ed.
Muhibin, S. (1999).
Psikologi Belajar. Ciputat : Logos.
Syamsuddin, A.
(1990). Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung : Remaja
Rosyada Karya.
|
BAB
II
PEMBAHASAN
PROSES
BELAJAR PESERTA DIDIK
A. Pengertian Proses Belajar
Belajar adalah perubahan
pengetahuan-perilaku-pribadi,prmanen dan pengalaman. Untuk dapat menampakkan
keberadaan belajar sebagai proses terpadu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yang pertama, belajar sebagai proses terpadu, yang kedua, belajar
sebagai aktivitas pemerolehan pengalaman, yang ketiga, belajar dalam hal ini
lebih menuntut kepada terciptanya suatu aktivitas yang melibatkan siswa secara
aktif dan intensif.
Kebutuhan Pengembangan anak yang tidak hanya dibatasi
oleh pencapaian prestasi akademik saja, tetapi aspek sosial dan emosional,
mendorong guru untuk menjadikan belajar sebagaiproses interaktif. Ada beberapa
model pembelajaran yang dapat dipilih untuk mengembangkan kegiatan
pembelajaran, apakah itu model behavioral, model kognitif, ataupun model
pemrosesa informasi,pada dasarnya tidak ada model yang sangat efektif yang
dapat dipilih untuk semua jenis pembelajaran, sebab pada prakteknya, model yang
dipilih bersifat kontekstual. Jadi proses belajar adalah suatu proses adanya
perubahan tingkah laku siswa kearah yang lebih baik.
B. Perkembangan Anak Sekolah Dasar
1. Perkembangan Secara Fisik
Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi
pertumbuhan tinggi dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar
bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan
lemak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menentukan ketrampilan anak
bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara memandang dirinya
sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian dengan
dirinya dan orang lain.
a. Pertumbuhan Tinggi
Pertumbuhan tinggi
badan setiap anak berbeda-beda, tapi mengikuti pola yang sama.
1)
Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh saat lahir. Setelah itu melambat 7 cm setiap tahun.
2)
Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah sampai usia 18
tahun ketika mengakhiri masa remaja.
Pada akhir usia SD dan
anak masuk masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dari anak
perempuan. Namun setelah itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat.
b. Perkembangan Berat Tubuh Peserta Didik.
1) Anak usia 5 tahun : berat 5x setelah dilahirkan.
2) Anak masa anak : berat 35-40 kg.
c. Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan
Lemak.
1)
Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposis) pada peserta didik usia SD/MI
cenderung lambat dibandingkan anak awal dan remaja.
2)
Pengerasan tulang dan tulang
rawan menjadi tulang keras berlangsung terus sampai akhir masa remaja.
3)
Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya berbeda,
tergantung pada hormone, gizi dan zat mineral yang dikonsumsi.
4)
Pada dua tahun terakhir masa anak akhir dimana terjadi periode lemak,
terjadi pembengkokkan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras menompang
berat badan.
5)
Pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta didik usia
SD/MI menjadi peristiwa penting karena dapat mempengaruhi perilaku anak.
6)
Perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang mempengaruhi
perkembangan indra dan berpikir anak yang berdampak pada kemampuan anak dalam
belajar.
7) Sebagian peserta usia SD/MI juga berbeda
pada masa awal remaja/puber.
2. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
fisik
Pertumbuhan fisik
peserta didik usia SD/MI lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan
masa sebelumnya (masa bayi dan TK awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja).
Jadwal waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung
cepat, sedang atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik
anak a.n:
a. Pengaruh keluarga
1)
Faktor keturunan
Membuat
anak menjadi gemuk dari pada anak lainnya. Perbedaan ras suku bangsa (orang
Amerika,Eropa, dan Australia cenderung
lebih tinggi dari pada orang Asia).
2)
Faktor lingkungan
Akan
membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan anak tersebut.
Lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.
b. Jenis Kelamin
Anak laki-laki
cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan,
kecuali pada usia 12-15 tahun.
c. Gizi dan kesehatan
1)
Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggitubuhnya dan
relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan anak yang bergizi
kurang.
2)
Anak yang sehat dan jarang sakit biasanya mempunyai tubuh sehat dan
lebih berat dibanding dengan anak yang sering sakit.
d. Status sosial dan ekonomi
1)
Fisik anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan keluarga ekonomi cukup atau tinggi.
2)
Keadaan status ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberi makan,
gizi dan pemeliharan kesehatan serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan anak.
e. Gangguan Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan
menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan
berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, akibatnya anak
mengalami keterlambatan perkembangan memasuki masa puber.
Bagi anak usia SD atau MI, reaksi yang diperlihatkan
orang lain terutama oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan proporsi
tubuhnya mempunyai makna penting. Apabila ukuran-ukuran dan proporsi tubuh anak
berbeda jauh dengan teman sebayanya anak akan merasa kelainan, tidak mampu dan
rendah diri.
3. Perkembangan Intelek
Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek: persepsi,
ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Perkembangan
kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan lingkungannya.
Selain itu, struktur
pengetahuan juga menjelaskan tentang tingkat kecerdasan peserta didik pada usia
SD. Dengan adanya beberapa kecerdasan tiap individu, maka memungkinkan
terjadinya kecerdasan ganda (multiple intelligence), sehingga perlu diadakannya semacam tes untuk
mengetahui tingkat intelegensi tiap individu yang biasa disebut dengan IQ
(Intelligence Quotient). IQ merupakan hasil bagi usia mental dengan usia
kronologis atau kalender dikalikan seratus. Dengan berpegang pada satuan ukuran
IQ, maka kecerdasan dikategorikan dalam tabel berikut (Sukmadinata, 2003):
IQ Kategori
140-…… Genius
130-139 Sangat cerdas
120-129 Cerdas
110-119 Di atas normal
90-109 Normal
80-89 Di
bawah normal
70-79 Bodoh
50-69 Debil
25-49 Imbecil
……..-25 Idiot
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
intelek peserta didik usia SD atau MI, antara lain:
1. Kondisi
organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan indera dalam
perjalanannya ke otak (kesadaran).
2. Intelegensi
mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan memahami sesuatu.
3. Kesempatan
belajar yang diperoleh anak.
4. Tipe
pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat
pengalaman seara tidak langsung dari orang lain atau inform
C. Cara Belajar Anak Sekolah Dasar
Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk
menunjang keberhasilan anak. Sebaliknya, jika cara belajar anak tidak dipahami,
maka hasilnya akan kurang maksimal. Secara umum, cara belajar adalah bagaimana
seseorang menangkap, mengerti, memproses, mengungkapkan, dan mengingat suatu
informasi.
Cara belajar anak SD
dibanding orang dewasa mempunyai perbedaan yang besar. Menurut Piaget (1950),
setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang
disebut schemata. Schemata adalah sistem konsep yang merupakan hasil pemahaman
anak atas objek yang berada di sekitar anak. Pemahaman tentang objek tersebut
berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu
menghubungkan objek baru dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran, sedangkan
akomodasi adalah proses memanfaatkan konsep-konsep yang sudah ada dalam pikiran
untuk menafsirkan objek baru.
Kedua proses tersebut akan berlangsung secara terus
menerus sehingga membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi
seimbang. Dengan demikian anak akan dapat membangun pengetahuan melalui
interaksi secara langsung dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka
perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya
dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang
proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Demikianlah “Cara Belajar Anak Sekolah Dasar”.
D. Tahap Belajar Anak Sekolah Dasar
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi
konkret. Pada rentang usia sekolah dasar tersebut, anak mulai menunjukkan
perilaku belajar sebagai berikut:
1)
Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi
ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2)
Mulai berpikir secara operasional.
3)
Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan
benda-benda.
4)
Membentuk dan
mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat.
5)
Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan
berat.
Memperhatikan tahapan
perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar
memiliki tiga ciri, yaitu:
1) Konkret.
Konkret mengandung
makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat
dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab
siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang
alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih
dapat dipertanggungjawabkan.
2) Integratif
Pada tahap usia sekolah
dasar, anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka
belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi
bagian.
3) Hierarkis
Pada tahapan usia
sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal
yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan
cakupan keluasan serta kedalaman materi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar