Rabu, 06 Desember 2017

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK- SEMESTER IV

MAKALAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

PERKEMBANGAN SOSIAL DAN PRIBADI ANAK

Program SI Universitas Lancang Kuning
Di susun oleh

ARIANTO
KHAIRUNNISA
NUR ATIKA
NUR LIANA
YUSMI


UNIVERSITAS LANCANG KUNING
FAKULTAS ILMU BUDAYA
JURUSAN SASTRA MELAYU
PEKANBARU
2015


KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah, kita memuji Allah dengan pujian yang banyak dan pantas bagi keagungan dan kemuliaan-Nya. Sholawat dan salam semoga tersampaikan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah, mengemban amanat dan membimbing umat. Juga kepada keluarga dan para sahabatnya yang telah mendampinginya berjihad menegakkan Islam.
            Berkat rahmat dan ridho Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
            Tanpa bantuan dan dukungan dari teman-teman semua, makalah ini tidak akan pernah ada, do’a dan harapan penulis semoga Allah memberi balasan yang lebih baik dari apa yang telah kita lakukan selama ini.
            Demikian yang dapat penulis sampaikan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.


                                                                                                Pekanbaru , Maret 2016

                                                                                                                                                                                                                                                                         Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................  i
DAFTAR ISI ................................................................................................            ii
BAB I      PENDAHULUAN ....................................................................    1
A.    Latar Belakang......................................................................  1
B.     Rumusan Masalah.................................................................  1
C.     Tujuan  Penulisan.................................................................   1

BAB II     PEMBAHASAN ……………………………..........................   2  
A.    Pengertian Perkembangan Sosial dan Pribadi Anak  .........   2
B.        Pengaruh Proses Perkembangan Sosial Terhadap
Pribadi Anak ........................................................................  4

BAB III  PENUTUP ...................................................................................11
A.    Kesimpulan............................................................................11
B.     Saran .....................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA  ............................................................................... 12



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
            Belajar pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974). Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai pemahaman tentang dasar teoritis perkembangan sosial dan pribadi pada masing-masing (individu) anak, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat pengertian sosial dan pribadi, serta menggambarkan mekanisme terjadinya berbagai bentuk pribadi dalam diri manusia, serta memahami penahapan perkembangan sosial.
B.       Rumusan Masalah
            Rumusan masalah model pembelajaran difokuskan agar pendidik mampu memahami perkembangan sosial dan pribadi anak.
C.       Tujuan
            Dalam penulisan makalah ini, bertujuan untuk mampu menjelaskan tentang perkembangan sosial dan pribadi anak.
D.       Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini bagi :
a.       Pendidik (Guru)
Sebagai bahan evaluasi bagi guru dalam usahanya memahami perkembangan pribadi dan sosial anak.
b.      Sekolah
Mampu menerapkan dan memahami metode perkembangan pribadi dan sosial anak.
BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian Perkembangan Sosial dan Pribadi Anak
a.         Pengertian Perkembangan Soaial Anak    
Perkembangan sosial anak artinya anak melakukan kegiatan dengan melibatkan orang lain, baik teman, atau orang yang lebih dewasa yang ada di sekitarnya. Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".
      Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
Syamsu Yusuf (2007)  menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa  :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks  perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
b.         Pengertian Perkembangan Pribadi Anak            
            Perkembangan pribadi anak yaitu perkembangan yang ada pada diri anak. Perkembangan ini bersifat individu. Pada implikasi dalam KBM. baik perkembangan pribadi dan sosial sangat diperlukan, dalam belajar anak kadang memerlukan teman untuk membantu proses belajar tapi kadang anak bisa melakukannya sendiri/mandiri. Sebagai guru sebaiknya dapat menentukan model pembelajaran yang cocok dengan kedua perkembangan di atas, sehingga anak mengalami keseimbangan dalam berkembang.  Pada perkembangan pribadi ini menyangkut perkembangan pada diri pribadi anak tentang identitas dirinya, moral dan cara berfikir anak terhadap tingkah lakunya dari hasil proses perkembangan sosialnya sendiri
           
B.     Pengaruh Proses Perkembangan Sosial Terhadap Pribadi Anak
            Pada proses perkembangan sosial, anak dilatih untuk beradaptasi dengan lingkungan agar tidak takut untuk berelasi dengan orang lain. Semakin kompleksnya lingkungan pergaulan anak adalah suatu proses kehidupan yang wajar bahkan baik, bukan hanya tuntutan lingkungan yang menjadikan anak mau berelasi dengan orang lain namun karena kesadaran anak itu sendiri.
Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut.
1.      Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2.      Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3.      Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
            Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak  atau dikucilkan oleh kelompok sosial.
Selain kedua kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini adapula istilah individu yang introvert dan extrovert. Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovert biasanya cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakan introvert dan extrovert hanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan seseorang. Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya bisa terpuaskan.
Ada dua puluh karakteristik yang dapat menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut.
1.        Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.
2.        Menikmati pengalamannya.
3.        Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di sekolah atau sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4.        Mampu memecahkan masalah dengan segera.
5.        Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa bahagia.
6.        Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.
7.        Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.
8.        Merasa puas dengan kenyataan.
9.        Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10.    Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan untuk kegagalannya.
11.    Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja dan bermain pada saat main.
12.    Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggunya.
13.    Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.
14.    Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa terluka atau merasa haknya terganggu.
15.    Dapat menunjukkan kasih sayang.
16.    Dapat menahan sakit dan frustrasi bila diperlukan.
17.    Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan.
18.    Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan.
19.    Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya.
20.    Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu menerima dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan kemampuannya.
a.         Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial  Pembentuk Pribadi Anak
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.       Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang  pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak.
2.       Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.       Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.       Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.       Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6.       Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.       Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.       Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9.       Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

b.         Fungsi Perkembangan Soaial Terhadap Perkembangan Pribadi Anak
1.      Perkembangan Identitas
     Perkembangan identitas adalah keseluruhan persepsi seseorang tentang dirinya baik perilaku, sikap,harga diri. Pada konsep diri ini seseorang mengalami perkembangan dari lahir dan mencapai puncaknya pada saat remaja hingga tua dan ahirnya meninggal. Menurut Ericson pada tiap fase perkembangan pasti mempunyai kendala dan jika seseorang bisa mengatasi masalah tersebut artinya dia mempunyai kepribadian yang sehat, namun sebaliknya jika seseorang tidak bisa atau sulit dalam mengatasi permasalahan itu maka dia mempunyai kepribadian bagai air dalam daun talas. Pada perkembangan identitas seseorang memerlukan tempat seperti lingkungan masyarakat agar identitasnya dapat berkembang secara baik.

2.      Tahap perkembangan moral
         Moral adalah perasaan jadi bisa dikatakan bahwa perkembangan moral merupakan perkembangan perasaan yang terjadi pada seseorang setelah dia merasakan sesuatu. Menurut Kohlberg dan piaget perkembangan moral berkolerasi dengan perkembangan kecerdasan individu, sehingga seharusnya bila perkembangan kecerdasan telah mencapai kematangan, maka perkembangan moral juga harus mencapai tingkat kematangan. Tahap perkembangan moral adalah ukuran tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya. Tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg yaitu
a. Pra-Konvensional Pada tahap ini kebanyakan terjadi pada anak-anak walaupun orang dewasa juga ada yang melakukannya. Seseorang yang berada pada tingkat ini menilai bahwa moralitas itu sebuah tindakan yang mempunyai konsekuensinya langsung. Pada tahap ini terdiri dari dua tahap yakni tahap pertama dimana seseorang dalam melakukan tindakan memfokuskan langsung pada konsekuensinya, jadi semakin berat konsekuensinya maka semakin salah tindakan itu. Tahap selanjutnya yakni tahap ke dua dimana sesorang dalam melakukan tindakan akan berfikir seberapa untungnya untuk saya? Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain.
b. Konvensional Tahap ini terjadi pada seorang remaja atau orang dewasa. Mereka menilai moral diri sebagai tindakan dengan membandingkan dengan pandangan harapan masyarakat terhadapnya. Pada tahap ini terjadi dua tahap yakni tahap ke tiga dimana seseorang atau orang dewasa memasuki masyarakat maka dia mempunyai peran sosial. Disini seseorang akan mempunyai peran sosial yang baik untuk mempertanggungjawabkan harapan masyarakat terhadap dirinya. Tahap selajutnya yakni ke empat pentingnya mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi terhadap masyarakat.
c. Pasca-Konvensional Juga dikenal sebagai tahap berprinsip, terlihat jelas bahwa individu sebenarnya terpisah dari masyarakat. Terdiri dari dua tahap yakni tahap ke lima dimana individu memiliki pendapat dan nilai yang berbeda dan dia memiliki hak untuk dihargai orang lain. Tahap selanjutnya yaitu tahap ke enam dimana penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak dan menggunaka prinsip etika universal, Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan keharusan agar tidak membela hukum yang tidak adil menjadi komitmen terhadap keadilan.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Belajar pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974).
            Menjelaskan proses perkembangan menurut Erikson Erikson berpendapat bahwa tema utama dalam kehidupan ialah pencarian identitas diri, bukan hanya menyangkut pemahaman dan pencarian jati diri melainkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap masyarakat. Jadi dalam kehidupan seseorang mengalami perkembangan sosial dan perkembangan pribadi sehingga secara tersirat dia akan menemukan jati diri dan berusaha agar dirinya bisa diterima oleh masyarakat. Dalam pandangan Erikson, identitas diri terbentuk melalui proses krisis psikososial. Dalam pembentukan jati diri sesorang dihadapkan pada berbagai permasalahan, dan jika seseorang mampu menyelesaikan permasalahan itu dengan mudah artinya dia memiliki kepribadian yang sehat, namun sebaliknya jika seseorang sulit dalam memecahkan masalah itu artinya sesorang itu mengalami kebimbangan dalam kehidupannya.

B.        Saran
   Penerapan perkembangan identitas dan moral dalam KBM Dalam penerapannya yang memiliki fungsi lebih adalah guru. Bagaimana guru dapat menyesuaikan antara perkembangan identitas dan moral tiap pribadi anak didiknya terhadap metode belajar yang digunakan. Guru juga harus faham kelas berapa yang ia ajar, jangan pernah guru memperlakukan moral anak kelas 1 sama seperti moral kelas 6 SD. Dan sebagai calon guru sebaiknya paham betul tentang perkembangan ini karena nantinya akan siap dalam mengajar kelas berapapun.


DAFTAR PUSTAKA


Bloom. (1974). Hakikat Pembelajaran
Goleman, D. (1995). Emotional Intellegence. Jakarta : Gramedia.
Hurlock, E.B. (1978). Chiled Development. 6th Ed. Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed.
Muhibin, S. (1999). Psikologi Belajar. Ciputat : Logos.
Syamsuddin, A. (1990). Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung : Remaja Rosyada Karya.








Kelompok 6.
Proses belajar peserta didik
 
BAB II
PEMBAHASAN
PROSES BELAJAR PESERTA DIDIK

A.    Pengertian Proses Belajar
            Belajar adalah perubahan pengetahuan-perilaku-pribadi,prmanen dan pengalaman. Untuk dapat menampakkan keberadaan belajar sebagai proses terpadu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yang pertama, belajar sebagai proses terpadu, yang kedua, belajar sebagai aktivitas pemerolehan pengalaman, yang ketiga, belajar dalam hal ini lebih menuntut kepada terciptanya suatu aktivitas yang melibatkan siswa secara aktif dan intensif.
            Kebutuhan Pengembangan anak yang tidak hanya dibatasi oleh pencapaian prestasi akademik saja, tetapi aspek sosial dan emosional, mendorong guru untuk menjadikan belajar sebagaiproses interaktif. Ada beberapa model pembelajaran yang dapat dipilih untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran, apakah itu model behavioral, model kognitif, ataupun model pemrosesa informasi,pada dasarnya tidak ada model yang sangat efektif yang dapat dipilih untuk semua jenis pembelajaran, sebab pada prakteknya, model yang dipilih bersifat kontekstual. Jadi proses belajar adalah suatu proses adanya perubahan tingkah laku siswa kearah yang lebih baik.

B.      Perkembangan Anak Sekolah Dasar
1.         Perkembangan Secara Fisik
            Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menentukan ketrampilan anak bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara memandang dirinya sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.
a.       Pertumbuhan Tinggi
Pertumbuhan tinggi badan setiap anak berbeda-beda, tapi mengikuti pola yang sama.
1)    Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh saat  lahir.  Setelah itu melambat 7 cm setiap tahun.
2)      Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah sampai usia 18 tahun ketika mengakhiri masa remaja.
Pada akhir usia SD dan anak masuk masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dari anak perempuan. Namun setelah itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat.
b.      Perkembangan Berat Tubuh Peserta Didik.
1)      Anak usia 5 tahun          : berat 5x setelah dilahirkan.
2)      Anak masa anak            : berat 35-40 kg.
c.        Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan Lemak.
1)      Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposis) pada peserta didik usia SD/MI cenderung lambat dibandingkan anak awal dan remaja.
2)       Pengerasan tulang dan tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung terus sampai akhir masa remaja.
3)      Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya berbeda, tergantung pada hormone, gizi dan zat mineral yang dikonsumsi.
4)   Pada dua tahun terakhir masa anak akhir dimana terjadi periode lemak, terjadi pembengkokkan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras menompang berat badan.
5)      Pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta didik usia SD/MI menjadi peristiwa penting karena dapat mempengaruhi perilaku anak.
6)  Perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang mempengaruhi perkembangan indra dan berpikir anak yang berdampak pada kemampuan anak dalam belajar.
7)      Sebagian peserta usia SD/MI juga berbeda pada masa awal remaja/puber.

2.       Faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa sebelumnya (masa bayi dan TK awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja). Jadwal waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat, sedang atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak a.n:
a.       Pengaruh keluarga
1)       Faktor keturunan
         Membuat anak menjadi gemuk dari pada anak lainnya. Perbedaan ras suku bangsa (orang Amerika,Eropa, dan  Australia cenderung lebih tinggi dari pada orang Asia).
2)      Faktor lingkungan
         Akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan anak tersebut. Lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.
b.      Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun.
c.       Gizi dan kesehatan
1)     Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggitubuhnya dan relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan anak yang bergizi kurang.
2)    Anak yang sehat dan jarang sakit biasanya mempunyai tubuh sehat dan lebih berat dibanding dengan anak yang sering sakit.
d.      Status sosial dan ekonomi
1)     Fisik anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan keluarga ekonomi cukup atau tinggi.
2)     Keadaan status ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberi makan, gizi dan pemeliharan kesehatan serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan anak.
e.       Gangguan Emosional
            Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, akibatnya anak mengalami keterlambatan perkembangan memasuki masa puber.
            Bagi anak usia SD atau MI, reaksi yang diperlihatkan orang lain terutama oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan proporsi tubuhnya mempunyai makna penting. Apabila ukuran-ukuran dan proporsi tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya anak akan merasa kelainan, tidak mampu dan rendah diri.

3.      Perkembangan Intelek
            Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek: persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Perkembangan kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan lingkungannya.
Selain itu, struktur pengetahuan juga menjelaskan tentang tingkat kecerdasan peserta didik pada usia SD. Dengan adanya beberapa kecerdasan tiap individu, maka memungkinkan terjadinya kecerdasan ganda (multiple intelligence),  sehingga perlu diadakannya semacam tes untuk mengetahui tingkat intelegensi tiap individu yang biasa disebut dengan IQ (Intelligence Quotient). IQ merupakan hasil bagi usia mental dengan usia kronologis atau kalender dikalikan seratus. Dengan berpegang pada satuan ukuran IQ, maka kecerdasan dikategorikan dalam tabel berikut (Sukmadinata, 2003):


IQ                    Kategori
140-……         Genius
130-139           Sangat cerdas
120-129           Cerdas
110-119           Di atas normal
90-109             Normal
80-89               Di bawah normal
70-79               Bodoh
50-69               Debil
25-49               Imbecil
……..-25         Idiot
            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik usia SD atau MI, antara lain:
1.         Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran).
2.         Intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan memahami sesuatu.
3.         Kesempatan belajar yang diperoleh anak.
4.         Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman seara tidak langsung dari orang lain atau inform

C.    Cara Belajar Anak Sekolah Dasar
            Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang keberhasilan anak. Sebaliknya, jika cara belajar anak tidak dipahami, maka hasilnya akan kurang maksimal. Secara umum, cara belajar adalah bagaimana seseorang menangkap, mengerti, memproses, mengungkapkan, dan mengingat suatu informasi.
Cara belajar anak SD dibanding orang dewasa mempunyai perbedaan yang besar. Menurut Piaget (1950), setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata. Schemata adalah sistem konsep yang merupakan hasil pemahaman anak atas objek yang berada di sekitar anak. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu menghubungkan objek baru dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah proses memanfaatkan konsep-konsep yang sudah ada dalam pikiran untuk menafsirkan objek baru.
            Kedua proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sehingga membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan demikian anak akan dapat membangun pengetahuan melalui interaksi secara langsung dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Demikianlah “Cara Belajar Anak Sekolah Dasar”.

D.    Tahap Belajar Anak Sekolah Dasar
            Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia sekolah dasar tersebut, anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
1)      Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2)      Mulai berpikir secara operasional.
3)      Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
4)            Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat.
5)      Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1)      Konkret.
Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2)      Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar, anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3)      Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...