Minggu, 18 Maret 2018

puisi teaterikal waduk

WADUK MANA YANG KAU MAKSUD
Oleh : Nur Atika Roesli Rohul

Aku minta kau jelaskan tentang waduk itu
Kabarnya membawa nikmat,  membangkitkan kekayaan, menambah kesenangan pada kami yang buta akan dunia luar
Seperti apa wujud waduk penawar  kegelisahan itu?
Beritanya kami akan mendapat ganti rugi
Ganti kemudian rugi pula
Burung-burung kuaren beterbangan diatas kepala kami risau akan gerak gerik yang mengusik lalu lalang mereka
Tungkus nasipun sudah ditinggalkan oleh kenangan paralayang yang kau ukir bertahun-tahun lalu
Awan mulai meninggalkan jejaknya, merajuk dengan kedatangan tamu yang tak diundang dan menatapnya penuh hasrat kuasa

Tolong jelaskan padaku bagaimana jika kampungku kau tenggelamkan
Aku ingin bertanya tentang kuburan nenekku, makam ibuku, pusara saudaraku
Kemana akan kupandangi nisan yang bertuliskan nama mereka?
Kemana arah nanti akan ku tunjuk kepada anak cucuku bahwa di tanah ini aku dulu biasa bermain geludu
Menertawakan temanku yang kalah menyelinap dalam galah panjang
Menangis saat patok lele mendarat dikeningku
Mencemburui kelompok yang meraih kemenangan engrang
Kami yang berlarian mengejar mimpi pungguk yang merindukan bulan?

Saat aku pikun nanti bagaimana aku bisa menceritakan kenangan didalam rumah tua yang sudah berumur ratusan tahun tenggelam tanpa sisa?
Mampukah esok aku menyakinkan anak cucuku akan kenyataan sejarah tanah kelahiranku yang nyata sudah menjadi genangan waduk?
Jawab aku..............................
Mana jawabanmu?
Disini ditanah kelahiranku, aku menanti jawabmu

Waduk itu takan mampu membebaskan kami dari rasa takut dunia luar
Hanya akan menambah kecemasan akan kenakalan anak kami
Waduk tak mampu memberikan keamanan akan lalu lintas yang bebas kepada anak cucu kami
Waduk tidak akan mampu menenggelamkan semangat juang pemuda kami cinta akan kampungnya.

Padi menguning membawa keberkahan hidup kami
Mengirik padi membangkitkan tali persaudaraan kami
Wangi gambir melekat erat didinding rumah kami
Jalan penuh rumputan merekam tapak kami menakik getah setiap hari
Biarlah tiada berlampu karna kami mampu bersuluh
Biarlah tiada bersekolah strata satu tapi kami cinta Negri ini
Biarlah tanpa jaringan kami mampu mengunjungi, bertamu, dan berkumpul tiap hari
Biarlah tiada itu semua asalkan kami dapat menikmati wanginya hutan yang menyejukkan anak-anak kami bermain dipetang hari

Biarlah tiada itu semua asalkan kami tidur lelap tanpa dikejar mimpi buruk esok hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...