Cerita dengan imajinasi yang berbeda,
jangan lupa ktirik dan sarannya.
AKU LUPA
oleh : NR
“Tahun berapa sekarang? “ aku lupa
lagi sekarang tahun berapa, kalau hanya hari atau tanggal yang lupa itu hal
biasa. Tapi kalau lupa tahun, itu luar biasa karna sekarang sudah pertengahan
tahun, untuk yang kesekian kalinya pertanyaanku ini mengundang tawa suamiku,
hingga sekarang aku belum tahu nama penyakit ini, umurku masih 28 tahun,
penyakit ini muncul saat aku melahirkan anak pertama kami. Lupa yang aku alami
muncul tiba-tiba, tidak setiap hari tapi untuk satu hal terkadang bisa berkali-kali.
lupa akan hal-hal yang besar seperti aku pernah lupa simpang rumahku, aku lupa akan
nama panjang suamiku, aku lupa sudah makan dalam sehari atau belum, bahkan aku
lupa bahwa aku adalah seorang ibu dan istri.
Banyak
hal yang membuat orang terkadang marah denganku. Terutama suamiku, jarang
sekali aku membuatkan teh untuknya dipagi hari karena lupa. Tidak pernah ia
marah kepadaku,walau aku selalu bilang agar mengingatkan aku setiap pagi untuk
membuatkannya minum. Jangankan mengatakan hal itu, ia bahkan tidak ingin
mengusik lelapnya tidurku. Karna kebiasaannya minum sebelum shalat subuh. Ia
lebih memilih membuat minumnya sendiri. Setiap pagi sebelum pergi kerja suamiku
selalu mengingatkanku, bertanya apakah ada hal penting yang ingin aku ingat
hari ini. Ia berusaha membuatku merasa jangan canggung dengan penyakitku ini.
karena setahun terakhir aku sempat mengalami stress dengan kelupaanku ini. Namun
sekarang sudah terbiasa.
“Bang?
Abang?” suamiku tidak menyahut, biasanya jam segini ada teh di meja disamping
tivi itu. Jika sudah agak siang aku
selalu meminumnya sampai habis, karna dia tidak mau lagi teh yang sudah
dingin. Kemana perginya suamiku hari ini, perasaanku dia tidak mengatakan
apa-apa sebelumnya. Ah, mungkin aku hanya lupa, biarlah aku coba beberapa jam
lagi untuk mengingatnya, mudah-mudahan aku bisa tahu kemana ia pergi. Siang berlalu
Senja pun datang, kehadiran yang kutunggu belum juga tiba. Jika ia pulang nanti
banyak hal yang ingin kutanyakan padanya, mengapa ia tega meninggalkanku dengan
putra kami dirumah ini. aku merindukan candanya saat mengejekku “Jangan pernah
lupa ya sayang, aku ini suamimu” hingga ia memajang foto pernikahan kami
dicermin hiasku, agar setiap berkaca aku akan selalu ingat bahwa ia adalah
suamiku. Ah, sudahlah dia-kan bukan pelupa sepertiku, tidak akan mungkin dia
lupa jalan pulang, atau lupa mengabarkan ku, akulah yang mungkin lupa akan
pesannya saat ia pergi.
Atau ia sekarang sedang bekerja. ia kan
seorang kontraktor. Paling tidak itulah alasan yang kuberikan kepada putraku,
saat ia bertanya kemana ayahnya. Tapi
belum pernah ia pergi selama ini. ini sudah 3 bulan. Aku mencoba menghubungi
orangtua suamiku dikampung, meminta pertanggungjawaban anaknya yang hingga sekarang tidak ada kabar. Ibu mertuaku
tidak mengatakan sepatah katapun ditelfon. Aku mendesaknya untuk mengatakan hal
yang sebenarnya. “Ibu, apakah boa akan menalakku?”, ibu mertuaku tidak menjawab
apa-apa ia hanya menyampaikan senin
depan akan datang mengunjungi aku dan cucunya. Ia akan datang sekeluarga kesini.
Aku semakin bingung, tapi syukurlah mertuaku mau datang kesini, mereka pasti
akan menceritakan hal yang sebenarnya, aku pasti akan tahu.
Sebelum kedatangan mertua, aku menempelkan beberapa
lembar kertas di tempat-tempat penting dirumah. Sebenarnya hal ini sudah
disarankan suamiku dulu, namun aku masih belum mau melakukannya. Tapi hari ini,
agar aku tidak malu nanti didepan mertuaku aku mencobanya. Aku mengingatkan
sendiri diriku. Jangan lupa mengangkat jemuran, mematikan kompor, menutup
jendela, mengunci pintu, serta jangan lupa makan. Aku tak sabar menunggu hingga
datangnya hari senin besok. Aku mulai menandai tanggal dikelender setiap hari
sampai senin itu tiba.
Mertuaku datang juga. Ternyata mereka menepati
janjinya, berbeda dengan suamiku yang belum juga kembali, awalnya aku kira ia
memegang janji tidak akan meninggalkanku. Mertua membawa serta bibi dan paman
yang terakhir aku lihat dua tahun lalu saat kami menikah. Aku mempersilakan
semuanya duduk, kali ini aku tidak lupa untuk membuatkan mereka semua minum,
serta menghidangkan beberapa cemilan rumah. Rasanya indah kebersamaan ini,
andai saja suamiku disini pasti dia senang dengan kehadiran keluarganya juga.
Ibu mertua tak melepaskan anakku dari pangkuannya. Ia tak berhenti menciumi
pipi putraku itu. karna memang putraku identik dengan ayahnya,hingga saat
umurnya lima bulan suamiku melakukan tradisi menjual putra kami kepada kakak
kandungnya yang tertua, dan memanjat pinang berdua dengan putra kami.
Aku melihat raut wajah yang sedih pada keluarga suamiku
kali ini, memang aku melupakan beberapa hal, tapi untuk merasakan suasana,
instingku masih berfungsi cukup baik. Suasana yang kurasakan ini tidak seperti kebahagian
yang biasanya. Aku mulai mendekati ibu mertua dan menanyakan perihal suamiku. Aku sedikit memaksa ibu untuk berbicara apapun
yang terjadi aku siap menerimanya, daripada setiap hari aku harus
bertanya-tanya kejelasan kejadian ini. “Ibu, apakah boa datang kekampung dan
menikah lagi?, apakah dia meninggalkan pesan untuk aku dan anaknya? Aku mohon
ibu katakanlah sesuatu” disertai linangan air mata yang tak bisa kubendung lagi
sejak awal kedatangan mereka, aku menguncang-guncang tubuh ibu mertuaku, kutatap
mata ibu tajam agar ia tahu betapa tersiksa dan kesepiannya aku selama
ditinggalkan oleh anaknya.
Walau ibu juga ikut menangis namun ibu sangat
tenang. Aku semakin curiga apakah ia juga mendukung keputusan yang sudah dibuat
anaknya itu. Aku mendengar ia menarik nafas dalam-dalam dan barulah berbicara
dengan suara yang sangat pelan, hingga aku harus mendekatkah telingaku ke
mulutnya. “Coba kau ingat lagi nak, saat tiga bulan lalu kau jatuh pingsan.
Tapi setelah sadar kau ikut menyaksikan semua peristiwa itu, kau memberikan
selendang hitammu padanya. ibu tidak akan memberitahumu, kaulah yang akan
mengingatnya sendiri nak” aku mengerti maksud ibu. Pasti ada yang aku lupakan
lagi.
“ Oh tunggu, tunggu dulu, beri aku waktu
mengingatnya bu” aku mengusap air mataku. Aku berusaha keras mengingat apa sebenarnya
yang terjadi. Hingga malam tiba semua keluarga sudah tertidur lelap, kupandangi
wajah ibu. Aku hanya mampu mengingat wajah sedih hari ini sama seperti wajah
yang pernah kusaksikan tiga bulan yang lalu. Pikiranku lelah hingga tertidur
disofa yang selalu aku gunakan untuk istirahat diruang keluarga. Hingga pagi
tiba aku ingat semuanya. Oh,
TIDAKKKKKKKK.....suamiku sudah meninggal sejak 3 bulan yang lalu. Aku lupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar