Rabu, 01 Maret 2017

Cerpen "WAKSANGKA"




 Ada beberapa cerita yang datang terinspirasi dari kelas kami nonreg 6B, semuanya saya fiksikan demi keamanan dan kenyamanan. 
selamat membaca, jika berkenan tinggalkan komentar kritik dan sarannya.
"salam budaya" 

WAKSANGKA
oleh: NR

            Sekarang Tina tinggal berdua dengan Eni setelah ditinggal Uci teman kos mereka ditempat lain, Tina selalu mencari tahu kemana uci menyewa kos yang baru, siapa yang berteman dengan Uci, apa yang dikerjakan dan siapa pacarnya sekarang. Ia Tina harus tahu itu semua karna tanggungjawabnya terhadap laporan yang akan diberitakan kepada ibunya Uci, pesan ibu Uci yang membuat Tina tak menghiraukan apapun perkataan Uci kepadanya hingga akhirnya Uci meninggalkan Tina dengan Eni dikos lama mereka. Bukan karna Tina ketahuan menguntit Uci tapi karna Uci selalu menuduh segala kesalahan atas peristiwa yang terjadi dikos dan dirinya ia limpahkan kepada Tina. Pernah sendalnya hilang ia salahkan Uci yang menghilangkannya, juga saat ia didimarahi ibunya terlambat pulang kerumah ia salahkan juga Tina yang katanya mengadu kepada ibunya tentang sifatnya yang selalu bermain dulu entah kemana sebelum pulang kerumah. Namun kali ini sungguh tuduhan itu sudah membuat Tina sedih, ia difitnah mengotori handuk Uci dengan arang kompor bukan itu saja sebagai buktinya handuk itu kata Uci juga berbau minyak tanah.
            Bagaimana bisa Tina melakukan itu semua, sedangkan supaya Uci tidak dimarahi ibunya saja Tina rela menunggu dipersimpangan jalan rumah mereka yang sudah bertetangga sejak mereka SD untuk sama-sama tiba dirumah supaya ibu Uci tidak mengira anaknya lambat pulang kuliah karna bermain entah kemana. Uci jarang pulang ke kos, ia lebih sering nginap ditempat kawannya yang lain. Walau Tina selalu menasehatinya agar tidak sering keluar malam. Karna alasan Uci tidak pulang adalah kemalaman dijalan. Terkadang Tina sudah bosan menjadi bualan Uci. Ya, mungkin kali ini Tina menyerahkan semuanya kepada Uci, entah ia mau tetap tinggal bersama dikos atau mencari kos yang baru. Tapi dengan syarat ia harus menghilangkan semua pikiran waksangkanya kepada Tina tentang handuk Uci yang kotor itu.
“Mau kos dimana Ci?, ingatlah kita dipesankan Ibu selalu sama tempat tinggal”, “Ah, terserah aku dong, kamu jangan selalu ikut campur urusanku, sampai handuk aku pun kau ikut-ikutan, kalau mau menengur aku jangan lampiaskan ke handukku dong?”. Sambil mengambil handuknya yang disangkutkan dibelakang pintu kamar dan menunjukkan kepada Tina, ia juga menyuruh Tina menciumnya.
“Nah coba kau cium, bau minyak tanahkan?”.
            Tina mencoba tenang, begitulah kebiasaannya hingga Uci sudah puas melempar semua kesalahan kepadanya kemudian berlalu pergi. Agar tidak terus dituduh Tina mulai melakukan berbagai investigasi mengenai handuk  itu. Memang menjadi sebuah misteri handuk Uci yang tidak pernah ia sentuh tiba-tiba hitam bertahi lalat, seperti ada minyaknya. Ia mencoba mengingat kembali teman-teman yang pernah bertamu dikos mereka barangkali pernah meminjam atau memakai handuk Uci, Tapi tidak ada satupun teman yang pernah berlama-lama dikos mereka jangankan duduk dikamar, masukpun tidak  karna ruangan kos mereka hanya 3x4 itupun sudah sumpek dengan barang-barang.  Ia juga mulai menanyakan kepada teman sekelas Uci siapa yang punya masalah dengan Uci namun semuanya nihil, Uci orangnya tidak suka bergaul dan banyak bicara dengan oranglain ia hanya sibuk dengan dirinya sendiri bahkan sebagian teman sekelasnya tidak tahu ada mahasiswa dikelas itu yang bernama Uci adiningsih.
            Sudah dua hari sejak perginya Uci, memang Tina sedikit lega tidak perlu lagi menasehati dan melihat perangai Uci yang selalu lalai dalam kuliahnya, selalu bangun terlambat, Tina harus menunggu giliran mandi karna Uci mandinya hampir sejam-an, atau harus menunggu Uci berdandan hingga Tina pun ikut terlambat. Namun apapun terjadi Tina terkenang selalu dengan petuah emaknya dikampung. “Keluarga Uci itu sudah lama menjadi tetangga kita, Ibunya sangat baik dengan emak, kau masih ingat saat ayah tujuh tahun merantau dulu ibunya setiap hari menanyakan lauk kita apa, dan memberikan setengah lauknya jika kita tidak punya apa-apa untuk dimasak”.
            Tina tidak ingin merusak hubungan keluarga mereka. Ia berfikir haruskah memberitahu emak dengan tuduhan Uci terhadap hal yang tak dilakukannya. Pasti emaknya akan tetap menyalahkannya. Namun Tina  tidak bisa menyelesaikan masalahnya ini sendiri. Tina akhirnya meminta pertolongan pada Eni, yang juga sudah tahu permasalahannya. Kali ini ia sedikit lega karna Eni yang kuliah difakultas hukum banyak mengajarinya berbagai hal tentang hukum dan investigasi. Mereka berdua memulai dengan mengingat kapan terakhir kali Uci memakai handuknya, dimana posisi handuk selama Uci pergi, berapa kali handuk itu dicuci. “Hahahaha, seperti detektif saja kita” Tina tertawa lepas setelah Eni memberitahu langkah-langkah untuk menyelesaikan kasus ini. Dengan cermat Tina membuka sms terakhir saat Uci sedang mandi minta diambilkan handuk. Hingga benda-benda yang berada dekat disekitar handuk itu. Semua seluk-beluk handuk itu telah Tina  cermati hingga ia sudah hafal detailnya. Tapi sudah empat hari mereka berdua dibuat pusing, karna tidak ada alasan penyebab handuk Uci tiba-tiba hitam.
            Besok hari terakhir mereka kuliah dan akan cuti lama sekitar dua bulan. Jika Tina  tidak menyelesaikan masalah ini maka ia akan pulang dengan melihat wajah musam Uci selama dikampung dan itu akan memulai perselisihan antara ia dan emaknya. Hingga tengah malam Tina  belum juga bisa memejamkan mata sedetikpun, ia terus memikirkan handuk itu, bayangan Uci yang menuduhnya sunggah hal yang sangat menyedihkan yang ia terima seumur hidupnya. Ya, walaupun keluarganya miskin ia tak pernah diajarkan orangtuanya untuk dendam kepada oranglain apalagi kepada Uci. Tina  sungguh melakukan investigasi ini untuk mengembalikan harga dirinya atas tuduhan Uci. Otaknya tak berhenti berfikir, sepertinya ia melihat burung sudah berputar-putar dimatanya. Ayam pun sudah mulai berkokok pertanda sebentar lagi akan subuh. Tina berdiri kemudian duduk, berdiri lalu duduk. Berulang-ulang kali ia lakukan demi menyelesaikan benang kusut yang ada dikepalanya. Sesekali ia berjalan menuju handuk yang tersangkut dibelakang pintu yang sengaja ditinggal Uci sebab kemarahannya. Ia bolak-balik handuk itu lalu melihat kain handuk kecil Eni dan handuknya juga yang tergantung bersebelahan dengan punya Uci. Ia melihat ada sesuatu juga pada handuk Eni. Lalu ia kembali tidur, “besok langit akan cerah menyambut bangunku”, Dengan merebahkan tubuhnya Tina terlelap.
            Pagi-pagi sekali Tina sudah bersiap, Eni hanya termenung melihat gerak-gerik Tina penuh semangat padahal ia tahu keresahan Tina sejak semalam, namun Eni tidak ingin menganggu kelincahan Tina dan merusak suasana hatinya yang ceria pagi ini. dengan senyuman Tina kemudian menelfon Uci dan menyuruhnya datang kekos untuk menyelaskan semua permasalahan mereka dan minta maaf. “Ci, datang yah ke kosku sekarang ada yang ingin aku sampaikan”. Lima menit kemudian Uci muncul dengan wajah kesal yang biasa ia tunjukkan pada Tina. Dengan kekuatan yang sudah Tina kumpulkan sejak tadi malam ia memulai penjelasannya.
“Ni Ci, handukmu terkena jamur, itulah sebabnya ia berwarna hitam bertumpuk-tumpuk, lihatlah handuk Eni, handuk aku juga begitu kan, lalu handuk ini tidak pernah dicuci sudah sejak lama, itu membuat jamur cepat berkembang, dan lagi diatas loteng kamar itu bocor, karna terkena tetesan hujan jadinya bintik-bintik hitam juga.” Tina memberikan ketiga handuk yang berada ditangannya kepada Uci. Uci seperti disambar petir, mukanya memerah malu, mulutnya tak mampu berkata sepatahpun. Tina meminta maaf sambil mengulurkan tangannya terlebih dahulu, persis seperti yang diajarkan ibunya, salah ataupun benar tetap orang yang lebih dahulu mengulurkan tanganlah yang lebih mulia. Uci menyambut tangan Tina.
“Maafkan aku Tin, kau memang tak berubah” Kedua teman lama itu berpelukan.

baca juga cerpen https://mytripadventure-rohul01.blogspot.co.id/2016/11/cerpen-yang-tak-terbit-terbit.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...