Selasa, 24 Oktober 2017

KENDURI PUISI VIII- ROKAN HULU










KOMUNITAS PENULIS LENGGOK MEDIA PRODUCTION (LMP) ROKANHULU DAN
KOMUNITAS RUMAH SENI SUNTING (KSRS) PEKANBARU
MEMPERSEMBAHKAN

KENDURI PUISI VIII
“SUMPAH ITU ADALAH PUISI”

*      BINCANG PUISI
*      PANGGUNG APRESIASI
*      PARADE BACA PUISI
*      WISATA PUISI

Pasir pengaraian, Rokan Hulu 28-29 Oktober 2017

Diselenggarakan atas kerja sama :
 komunitas seni rumah sunting Pekanbaru
-        Islamic center Rokan Hulu
-        Dinas pendidikan Rokan Hulu
-        Dinas pariwisata Rokan Hulu
-        Dewan kesenian daerah Rokan Hulu
-        Kapolres Rokan Hulu
-        Kecamatan rambah
-        Komunitas-komunitas di Rokan Hulu



Kenduri puisi merupakan kegiatan rutinitas komunitas seni rumah sunting (KSRS) Pekanbaru dua bulan sekali. Oktober adalah saatnya. Kali ini bersempena dengan peringatan sumpah pemuda dan bulan bahasa. Dikatakan kenduri puisi sebagai metafor dari makan bersama yang mana dalam lingkup sastra makanan yang dimaksud adalah puisi itu sendiri. Selama dua hari tersebut bertepatan pada tanggal 28 hingga 29 Oktober sebagai panitia pelaksana di daerah kabupaten Rokan Hulu yaitu komunitas penulis lenggok media production Rokan Hulu. Kegiatan ini sangat didukung oleh semua kalangan dilingkungan pemkab Rokan Hulu.
Pada momentum bulan bahasa dan hari sumpah pemuda ini kami mengambil tema “Sumpah itu adalah Puisi” yang artinya adalah sumpah pemuda yang di ikrarkan oleh pemuda para pejuang kemerdekaan Indonesia ratusan tahun lalu iitu adalah semuah puisi. Sekilas sebagai pengetahuan kita indonesia yang lahir dari sebuah puisi yaitu sumpah pemuda.

Soempah Pemoeda
Kami poetra dan poetri Indonesia,
Mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
kami poetra dan poetri Indonesia,
mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia,
 mendjoendjoeng bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Djakarta, 28 Oktober 1928
Kalimat sakral tersebut, jika kita cermati, memang sedikit banyak mirip puisi. Dan ternyata, bait-bait sumpah pemuda itu memanglah sebuah puisi. Rumusan puisi “Sumpah Pemuda” tersebut lahir dari tangan penyair, yang selama ini lebih dikenal sebagai tokoh pahlawan, sosok itu bernama Muhammad Yamin. Ia merupakan tokoh yang hidup di zaman di mana begitu banyak bertebaran syair, pantun, dan puisi. Jadi tidaklah mengherankan, jika hal tersebut nantinya mempengaruhi bentuk “Sumpah Pemuda”. Karena secara diam-diam, kesusastraan begitu lekat pada diri Yamin.
Jejak puisi “Sumpah Pemuda” dapat ditelusuri dari puisi-puisi Yamin sebelumnya, seperti puisi yang berjudul “Tanah Air” yang dimuat di Jong Sumatra (1920), puisi “Bahasa, Bangsa” (1921), puisi “Tanah Air” (1922) yang baitnya lebih panjang dari puisi sebelumya, dan juga puisi “Indonesia, Tumpah Darahku” yang ditulis dua hari sebelum puisi “Sumpah Pemuda”.
Tak dapat disangkal, roh puisi-puisi Yamin lah yang kemudian hari menjiwai “Sumpah Pemuda”. Ia telah mempunyai konsep-konsep tanah airbangsa, dan bahasa sebagai persatuan, jauh sebelum masyarakat Indonesia benar-benar menyadarinya. Dan konsep itu lahir dalam bentuk puisi, yang pastinya dibidani oleh penyair.
Bangsa ini begitu bhinneka, terdiri dari keanekaragaman suku bangsa, agama, budaya, dan bahasa. Dengan keberagaman keagamaan, bahasa yang beraneka, suku-suku yang belum menyatu, budaya yang berbeda-beda. Tentu kaum muda pada saat itu sangat berharap, “Sumpah Pemuda” bisa menjadi alat pemersatu itu semua. Tak sekedar puisi biasa, tentunya puisi “Sumpah Pemuda” mempunyai dasar pemikiran yang jelas, sajaknya berdasarkan faktor geografis (tanah air), sosiologis (bangsa), dan historis (bahasa persatuan).
Selain itu, menurut Yamin, “Sumpah Pemuda” bisa dikatakan sebuah janji ketiga yang diucapkan bangsa ini untuk sebuah persatuan. Janji yang diproklamirkan oleh pemuda-pemuda pada masanya, sebut saja: Janji pertama, yaitu Soempah Seriwidjaja (686) yang berisi agar bangsa ini (Nusantara: Indonesia) berbakti pada kesatuan. Janji kedua, yaitu janji Patih-Mangkoeboemi Gadjahmada (+ 1340) yang berusaha mempersatukan kepulauan Nusantara (Indonesia). Dan tentu saja, seperti yang disebutkan sebelumnya, janji Sumpah Pemuda (1928) yang bertumpah darah, berbangsa satu dan berbahasa Indonesia yang berujung kemerdekaan.
Sekilas tampaknya memang terlihat berlebihan, jika mengatakan bahwa penyair mempunyai peran sangat penting dalam perjuangan bangsa ini. Apalagi puisi seringkali diartikan sebatas romantisme pribadi penyair. Dianggap sebuah kata-kata hasil lamunan kosong atau kata-kata yang dibalut keindahan dan seringkali dituduh sebagai sebuah kata tanpa kenyataan. Bahkan peran penyair dalam perjuangan bangsa ini pun dianggap tidak jelas bagi sebagian orang.
Akan tetapi, seorang filsuf bernama Muhammad Iqbal, yang juga seorang penyair terkemuka asal Pakistan mengatakan bahwa sebuah negara terlahir dari tangan para penyair. Bukanlah sekadar sebuah candaan yang diseriuskan. Sebagai bukti di Indonesia, “Sumpah Pemuda” merupakan sebuah deklarasi perjuangan bangsa ini yang berbentuk puisi—mungkin peran penyair sama halnya dengan peran pujangga dalam sebuah kerajaan. Tanpa kita sadari, banyak kata-kata yang mempunyai roh perjuangan, kata peristilahan, pepatah atau mungkin percakapan sehari-hari yang kita sering gunakan adalah sajak-sajak yang dilahirkan oleh para penyair.
Peristilahan yang sering kita pakai saat ini, seperti: Tanah AirTumpah Darahpersatuan dan kesatuanbersatu kita teguh bercerai kita jatuh (runtuh), bahasa Indonesia bahasa persatuan, dan Ibu Pertiwi pun merupakan hasil pemikiran penyair—lagi lagi ini peran Yamin.
Tentu saja sudah sangat jelas, peran sastrawan atau penyair dalam mengobarkan rasa cinta tanah air, untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Namun, masyarakat Indonesia saat ini (khususnya pemuda), entah sengaja atau tidak, mulai menjauh dari kesusastraan yang pada dasarnya berstatus sebagai Ibu Kandung bangsa ini.
Pemuda saat ini mulai mengabaikan hasil renungan, pemikiran, imajinasi, dan peran sastra(wan). Bahkan mulai mengkhianatinya, menganggap sastrawan tidak punya andil apa-apa bagi bangsa, menganggap puisi—seperti yang dikatakan tadi—hanya lamunan kosong atau kata-kata yang dikemas dengan keindahan, atau bahkan menuduh puisi dengan sinis: kata-kata tanpa kenyataan. Selain itu, budaya membaca pun tidak dijadikan bagian penting dari pendidikan di Indonesia—jika hal itu tidak, bagaimana mungkin membudayakan menulis sebagai salah satu alat perjuangan?
Indonesia terlahir dari tangan penyair, sastrawan, pemikir dan para pejuang. Melihat Indonesia saat ini, mungkin benar keluhan penyair yang mengatakan—tapi semoga saja salah. “Indonesia” anak kandung sastra, tapi Indonesia cenderung durhaka pada puisi yang telah bersusah payah melahirkannya, yaitu Sumpah Pemuda.
Sumber http://ekspresionline.com/2015/10/28/sumpah-pemuda-itu-puisi/

berikut agenda kegiatan kenduri puisi tanggal 28-29 Oktober 2017 Rokan Hulu


SABTU
PUKUL
KEGIATAN
TEMPAT
PESERTA
09.00-14.00
Perjalanan dari pekanbaru

Komunitas Rumah Sunting dan rombongan
14.00-15.00
- Makan siang
- Pengenalan lingkungan islamic center
Halaman dan lingkungan  islamic center
komunitas lenggok
15.00-15.40
Absen peserta,
Shalat Asar  dan persiapan acara
Convention hall Masjid Islamic Center Pasir Pengaraian Rokan hulu
Komunitas Rumah Sunting dan rombongan, lenggok dan peserta diskusi
15.40-17.00
- Bincang puisi
- Sharing
- Tanya jawab
Convention Hall
Komunitas Rumah Sunting dan rombongan, lenggok dan peserta diskusi
17.00-17.45
Panggung apresiasi puisi
Convetion Hall
Komunitas Rumah Sunting dan rombongan, lenggok dan peserta diskusi
17.45-20.00
ISHOMA
Masjid Islamic Center Pasir Pengaraian Rokan hulu
Komunitas Rumah Sunting, komunitas lenggok
20.00-22.00
Malam puncak
Pematang Baih
Komunitas Rumah Sunting, komunitas lenggok dan peserta diskusi yang berkesempatan, pejabat Rokan Hulu, komunitas-komunitas dan masyarakat umum
23.00-05.00
Istirahat tidur
Rumah warga/Islamic Center
Komunitas Sunting, komunitas lenggok

MINGGU
PUKUL
KEGIATAN
TEMPAT
PESERTA
05.00-06.00
Shalat subuh, siap-siap perjalanan wisata puisi
Rumah warga/Islamic center
Komunitas rumah sunting dan komunitas
06.00-07.00
Sarapan
Islamic center
07.00-08.30
Perjalanan
Pasir ke tambusai
08.30-10.30
WISATA PUISI

Makam raja tambusai
Benteng 7 lapis
10.30-11.30
Perjalanan
Tambusai – pasir pengaraian
11.30-12.30
Shalat dan makan siang
objek wisata Hapanasan
12.30-14.00
WISATA PUISI
- Air panas pawan
- Gua hutan sikafir
- Penangkaran kupu-kupu
14.00-16.00
Perjalanan
Pasir pengaraian ke rokan IV koto
16.00-17.30
WISATA PUISI
- Istana Rokan
- Makam Raja Rokan
- Puncak Rokan
17.30-20.30
Perjalanan ke pekanbaru





SUSUNAN ACARA DISKUSI, PUKUL 15.00-17.45
No
Acara
Disampaikan oleh :
1
Pembukaan
MC lenggok dan MC KSRS Pekanbaru
2
Pengantar dari lenggok
Nur atika
3
Sambutan sekretariat islamic sekaligus baca puisi
Dr. H.Dipendri, SPd.MM
4
Bincang puisi
- Nur atika
- Kunni Masrohanti
- Putri
5
Sharing
Seluruh peserta diskusi
6
Tanya jawab
Seluruh peserrta diskusi
7
Panggung apresiasi
Perwakilan sekolah



SUSUNAN ACARA MALAM PUNCAK, PUKUL 20.00-23.00
No
Acara
Disampaikan oleh :
1
Sambutan panitia lenggok
Nur atika
2
Sambutan komunitas rumah sunting pekanbaru
Kunni masrohanti
3
Pembacaan puisi
Daffa
4
Sambutan kepala dinas pendidikan sekaligus baca puisi
Drs. H. Ibnu Ulya, M.Si
5
Penampilan bukoba
Maestro sastra lisan Rokan Hulu, Bapak Taslim
6
Sekapur sirih sekaligus baca puisi dewan kesenian Rokan Hulu
Maysaroh
7
Musikalisasi puisi
Peringkat 1 HPI 2017 Rokan Hulu
8
Sambutan camat Rambah sekaligus baca puisi

9
Pembacaan puisi
Putri. Peringkat 1 nasional 2017 fls2n
10
Kesan dan pesan kapolsek Rokan Hulu sekaligus baca puisi sumpah pemuda
-diharapkan semua hadirin berdiri

11
Pembacaan  puisi
Rita arianti, dosen STKIP ROKANIA
12
Competer

13
Pembacaan puisi
Atrahim Sena
14
Musikalisasi puisi
SMAN 2 Ujungbatu, peringkat 2 HPI 2017 Rokan Hulu
15
Pembacaan puisi
Dinda, peringkat 1 HPI Rohul 2017
16
Musikalisasi puisi
Gendul
17
Dramatisasi puisi
Mahasiswa STKIP ROKANIA
18
Pembacaan puisi komunitas Mr.Jack

19
Pembacaan puisi Komunitas RMO

20
Pembacaan puisi komunitas sepeda

21


22


23


24








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...