NUR ATIKA
Menjadi guru adalah cita-citaku sejak
kecil dan tak pernah bergeser sedikitpun. Dulu aku sangat kagum melihat guru
favoritku berdiri didepan kelas dengan kapur ditangannya sambil memakai pakaian
dinas dia menulis hal-hal penting yang harus kami ingat, kamipun secara spontan
akan mencatat apapun yang ditulis dipapan tulis. sungguh mulia pekerjaan
menjadi seorang guru, tanpa kenal lelah dia masuk dikelasku dari pagi hingga
siang hari tak jarang kadang aku melihatnya membawa bekal makanan dari rumah,
aku selalu menawarkan diri untuk membuatkannya teh hangat. dan dia hanya makan
didalam kelasku karena tidak ingin meninggalkan kelas, supaya lebih leluasa
melihat kami sedang istirahat bermain, walau pun jam pelajaran sudah usai,
namun saat istirahatpun dia ingin mendampingi kami, takut jika saat bermain
kami akan bertengkar, atau hanya sekedar ingin tahu bagaimana pola pertemanan
kami murid-muridnya.
Jika kami membuat kesalahan, bertengkar
atau kenalakan lain guru akan memanggil kami dan menjewer kami, bahkan guru tak
segan- segan membawa kami kelapangan untuk kemudian kami disuruh berdiri
sebelah kaki dengan posisi tegap hormat menghadap kebendera dalam keadaaan
cuaca yang kadang terik. Walaupun hukuman itu menurut orang zaman sekarang
kejam, namun kami menjadi lebih mengerti akan tindakan, resiko, hukuman,
konsekuensi, dan akibat.
Hingga
terakhir kali aku bercita-cita. Impianku
masih mengidolakan sosok guru, jiwa seorang guru mungkin sudah mendalam
dihatiku. Saat ada seorang kakak didesaku telah lulus SLTA, lalu kulihat
beberapa bulan kemudian dia sudah mengajar pula disalahsatu sekolah dasar
didekat kampung kami, ilmunya menjadi bermanfaat bagi orang lain. Dia dihormati
orang-orang dikampungku, perjuangannya mengajar dan mendidik menjadikannya
orang yang dimuliakan dikampung kami. Semua orang memanggilnya IBUK, sapaan itu
bagiku sangat mulia dan berderajat. Murid-murid banyak yang berdatangan
kerumahnya setiap hari untuk belajar atau sekedar bermain, ada juga yang
bersedia menolongnya mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi jika hari raya tiba.
Anak didiknya berbondong-bondong datang kerumah untuk bersilahturahmi. Sungguh
guru sangat dihormati.
Namun
kini setelah aku mengalaminya sendiri, menjadi guru bukan lagi impianku, guru
yang aku lihat dulu, tak sama dengan yang aku alami setelah aku menjadi seorang
guru, semua nya sudah tidak membuatku nyaman,apapun penilaian tentang guru kini
sudah tak seindah dulu. Hormat itu bukan lagi untuk guru yang selalu berjasa.
Seakan guru tak lagi dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Baju yang ku
banggakan dulu kini hanya disimpan didalam almari kain karena peraturan
pemerintah daerah yang selalu mengubah- ubah pakaian dinas. Akibatnya baju yang
kupakai tak menentu dan terkesan tidak mematuhi peraturan. Guru kini punya
tanggungjawab yang banyak. anak tak boleh diberi PR, tapi harus pintar menjawab
pertanyaan. Jika tidak gurunyalah yang disebut tidak becus mengajar. Murid
tidak diperbolehkan mencatat pelajaran nya terlalu banyak karena buku cetak
sudah dengan mudah didapat ditoko-toko buku yang kian menjamur, atau
sales-sales yang menjajakan buku-buku pelajaran lengkap pula dengan kunci
jawaban hingga guru dan murid tidak perlu terlalu banyak berfikir menjawab
soalan dibuku atau ujian nanti. Guru jangan pernah lagi mendisiplin anak dengan
memakai rol panjang itu. . Rol panjang itu kini hanya menjadi pajangan yang
indah disetiap kelas sebagai pelengkap dengan kondisi yang mulus karena tidak
pernah digunakan. Memukulkan ketangan anak
yang sengaja dikuncupkan jari-jarinya atau melibaskannya pada kaki anak tidak
boleh dilakukan jika tidak ingin berurusan dengan orangtua wali murid bahkan
bisa sampai kepihak yang berwajib. Kesalahan murid jangan diperpanjang, jika guru
mengungkit-ngungkit juga maka bersiaplah untuk di mutasikan.
Hari biasa, hari istimewa, hari raya
maupun perpisahan sekolah. Tidak ada lagi ucapan terimakasih yang tulus dari
orangtua ataupun murid. Kekerabatan sudah tak penting lagi. Jangankan datang
kerumah saat lebaran tiba, bertemu dijalanpun tak disapa. Guru tidak lagi
dimuliakan seperti guru yang kuimpikan. Saat anak didik bermasalah dengan
pergaulannya. Carut-marut dimana-mana. Memukul teman, tingkah yang tidak sesuai
dengan usianya sampai libur
berminggu-minggu. Itu dianggap hal biasa. Guru diperintahkan untuk membujuk anak tanpa
harus dimarahi, anak harus dinaikkan kelasnya karena kalau tinggal kelas akan
memukul mental anak dan banyak efek yang lainnya. katanya kemarahan kita hanya
akan membuat dia semakin tidak mau sekolah. Solusinya guru harus lebih
menanamkan pendidikan karakter pada anak. Satu pertanyaan saya bagaimana cara
memberikan pendidikan karakter jika tindakan tegas guru saja dianggap menyiksa
anak. Hukuman apa yang pantas dilakukan dan diberikan kepada anak jika dia
melakukan kesalahan. Disuruh bernyanyi? Menari?, diceramahi? Dibujuk sampai
kapan? Atau dibawa saja kerumah sekalian agar guru bisa membujuknya setiap
waktu? Diberikan kata-kata kasar alamat akan dikadukan ke orangtuanya, dijemur
apatah lagi, diberikan PR? Sedangkan tugas yang diberikan dikelas saja tidak
dikerjakan.
Hari guru masa bodoh bagi murud-murid
dan hari pendidikan bukanlah hal yang penting. Lagu himne guru jarang sekali
terdengar dinyanyikan oleh murid,. Begitu juga ketika ditanya tentang lagu
terimakasihku, mereka menyanyikan tanpa penghayatan makna lagu. Dulu jika kami
mendengar atau menyanyikan lagu ini, tak tertahankan airmata selalu menetes
bahkan ada yang sampai terisak-isak. Kata mereka menghafal lagu itu tak penting, yang penting hanyalah nilai
pelajaran mereka tuntas dan mendapat ijazah nanti. kata mereka lagu itu hanya
untuk paduan suara diacara perpisahan sekolah. Jadi tidak perlu dihafal dulu.
Guru tak lagi menjadi panutan murid. Guru kini hanya sebagai perantara dan
syarat murid telah belajar dan menuntut ilmu. Pelajaran yang sesungguhnya
tentang makna kehidupan, karakter bangsa, jiwa toleransi, menjungjung tinggi
nilai religius kini tak ada lagi, karena nilai kuantiatif menjadi lebih penting
daripada nilai kwalitatif. Inikah wujud guru diakhir zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar