Rabu, 08 Agustus 2018

ARTIKEL-GURU AKHIR ZAMAN

GURU AKHIR ZAMAN
NUR ATIKA

Menjadi guru adalah cita-citaku sejak kecil dan tak pernah bergeser sedikitpun. Dulu aku sangat kagum melihat guru favoritku berdiri didepan kelas dengan kapur ditangannya sambil memakai pakaian dinas dia menulis hal-hal penting yang harus kami ingat, kamipun secara spontan akan mencatat apapun yang ditulis dipapan tulis. sungguh mulia pekerjaan menjadi seorang guru, tanpa kenal lelah dia masuk dikelasku dari pagi hingga siang hari tak jarang kadang aku melihatnya membawa bekal makanan dari rumah, aku selalu menawarkan diri untuk membuatkannya teh hangat. dan dia hanya makan didalam kelasku karena tidak ingin meninggalkan kelas, supaya lebih leluasa melihat kami sedang istirahat bermain, walau pun jam pelajaran sudah usai, namun saat istirahatpun dia ingin mendampingi kami, takut jika saat bermain kami akan bertengkar, atau hanya sekedar ingin tahu bagaimana pola pertemanan kami murid-muridnya.
Jika kami membuat kesalahan, bertengkar atau kenalakan lain guru akan memanggil kami dan menjewer kami, bahkan guru tak segan- segan membawa kami kelapangan untuk kemudian kami disuruh berdiri sebelah kaki dengan posisi tegap hormat menghadap kebendera dalam keadaaan cuaca yang kadang terik. Walaupun hukuman itu menurut orang zaman sekarang kejam, namun kami menjadi lebih mengerti akan tindakan, resiko, hukuman, konsekuensi, dan akibat.
            Hingga terakhir  kali aku bercita-cita. Impianku masih mengidolakan sosok guru, jiwa seorang guru mungkin sudah mendalam dihatiku. Saat ada seorang kakak didesaku telah lulus SLTA, lalu kulihat beberapa bulan kemudian dia sudah mengajar pula disalahsatu sekolah dasar didekat kampung kami, ilmunya menjadi bermanfaat bagi orang lain. Dia dihormati orang-orang dikampungku, perjuangannya mengajar dan mendidik menjadikannya orang yang dimuliakan dikampung kami. Semua orang memanggilnya IBUK, sapaan itu bagiku sangat mulia dan berderajat. Murid-murid banyak yang berdatangan kerumahnya setiap hari untuk belajar atau sekedar bermain, ada juga yang bersedia menolongnya mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi jika hari raya tiba. Anak didiknya berbondong-bondong datang kerumah untuk bersilahturahmi. Sungguh guru sangat dihormati.
            Namun kini setelah aku mengalaminya sendiri, menjadi guru bukan lagi impianku, guru yang aku lihat dulu, tak sama dengan yang aku alami setelah aku menjadi seorang guru, semua nya sudah tidak membuatku nyaman,apapun penilaian tentang guru kini sudah tak seindah dulu. Hormat itu bukan lagi untuk guru yang selalu berjasa. Seakan guru tak lagi dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Baju yang ku banggakan dulu kini hanya disimpan didalam almari kain karena peraturan pemerintah daerah yang selalu mengubah- ubah pakaian dinas. Akibatnya baju yang kupakai tak menentu dan terkesan tidak mematuhi peraturan. Guru kini punya tanggungjawab yang banyak. anak tak boleh diberi PR, tapi harus pintar menjawab pertanyaan. Jika tidak gurunyalah yang disebut tidak becus mengajar. Murid tidak diperbolehkan mencatat pelajaran nya terlalu banyak karena buku cetak sudah dengan mudah didapat ditoko-toko buku yang kian menjamur, atau sales-sales yang menjajakan buku-buku pelajaran lengkap pula dengan kunci jawaban hingga guru dan murid tidak perlu terlalu banyak berfikir menjawab soalan dibuku atau ujian nanti. Guru jangan pernah lagi mendisiplin anak dengan memakai rol panjang itu. . Rol panjang itu kini hanya menjadi pajangan yang indah disetiap kelas sebagai pelengkap dengan kondisi yang mulus karena tidak pernah digunakan. Memukulkan ketangan  anak yang sengaja dikuncupkan jari-jarinya atau melibaskannya pada kaki anak tidak boleh dilakukan jika tidak ingin berurusan dengan orangtua wali murid bahkan bisa sampai kepihak yang berwajib. Kesalahan murid jangan diperpanjang, jika guru mengungkit-ngungkit juga maka bersiaplah untuk di mutasikan.
Hari biasa, hari istimewa, hari raya maupun perpisahan sekolah. Tidak ada lagi ucapan terimakasih yang tulus dari orangtua ataupun murid. Kekerabatan sudah tak penting lagi. Jangankan datang kerumah saat lebaran tiba, bertemu dijalanpun tak disapa. Guru tidak lagi dimuliakan seperti guru yang kuimpikan. Saat anak didik bermasalah dengan pergaulannya. Carut-marut dimana-mana. Memukul teman, tingkah yang tidak sesuai  dengan usianya sampai libur berminggu-minggu. Itu dianggap hal biasa.  Guru diperintahkan untuk membujuk anak tanpa harus dimarahi, anak harus dinaikkan kelasnya karena kalau tinggal kelas akan memukul mental anak dan banyak efek yang lainnya. katanya kemarahan kita hanya akan membuat dia semakin tidak mau sekolah. Solusinya guru harus lebih menanamkan pendidikan karakter pada anak. Satu pertanyaan saya bagaimana cara memberikan pendidikan karakter jika tindakan tegas guru saja dianggap menyiksa anak. Hukuman apa yang pantas dilakukan dan diberikan kepada anak jika dia melakukan kesalahan. Disuruh bernyanyi? Menari?, diceramahi? Dibujuk sampai kapan? Atau dibawa saja kerumah sekalian agar guru bisa membujuknya setiap waktu? Diberikan kata-kata kasar alamat akan dikadukan ke orangtuanya, dijemur apatah lagi, diberikan PR? Sedangkan tugas yang diberikan dikelas saja tidak dikerjakan.
Hari guru masa bodoh bagi murud-murid dan hari pendidikan bukanlah hal yang penting. Lagu himne guru jarang sekali terdengar dinyanyikan oleh murid,. Begitu juga ketika ditanya tentang lagu terimakasihku, mereka menyanyikan tanpa penghayatan makna lagu. Dulu jika kami mendengar atau menyanyikan lagu ini, tak tertahankan airmata selalu menetes bahkan ada yang sampai terisak-isak. Kata mereka menghafal lagu itu tak  penting, yang penting hanyalah nilai pelajaran mereka tuntas dan mendapat ijazah nanti. kata mereka lagu itu hanya untuk paduan suara diacara perpisahan sekolah. Jadi tidak perlu dihafal dulu. Guru tak lagi menjadi panutan murid. Guru kini hanya sebagai perantara dan syarat murid telah belajar dan menuntut ilmu. Pelajaran yang sesungguhnya tentang makna kehidupan, karakter bangsa, jiwa toleransi, menjungjung tinggi nilai religius kini tak ada lagi, karena nilai kuantiatif menjadi lebih penting daripada nilai kwalitatif. Inikah wujud guru diakhir zaman.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...