TURUN MANDI ANAK
NUR ATIKA
Tradisi turun mandi ini sudah menjadi sebuah tradisi yang turun
temurun dan bahkan sudah ratusan tahun yang lalu yang dilakukan kepada bayi
yang baru lahir. Tradisi turun mandi yang saya lakukan pada tahun lalu ini
untuk “meresmikan” bayi saya dan saya sendiri untuk keluar rumah dengan “bebas”
yang sebelumnya karena bayi masih kecil dan ibunya masih dalam proses pemulihan
tidak diperbolehkan keluar rumah. Pada zaman kakek nenek saya kata mereka turun
mandi anak dilakukan bukan hanya bebas keluar rumah namun untuk meresmikan ibu
dan anak bisa pergi mandi ke sungai. Kebetulan tidak jauh dibelakang rumah saya
ada sebuah sungai, disana juga sering dilakukan tradisi turun mandi anak. Sebelum
sang bayi ini dimandikan oleh dukun beranak (yang istilahnya dukun kampung) ada
banyak hal yang mesti dipersiapkan dan diperhitungkan, pertama adalah hari
pelaksanaan turun mandi, jika bayi laki-laki maka acara turun mandi
dilaksanakan pada hari ganjil yaitu hari Ke 9, 11, 13, 15 dan 17 dari hari
kelahiran sang bayi dan jika bayinya perempuan maka hari turun mandinya adalah
hari ke 6, 8, 10, 12, 14 dan 16. penentuan hari pelaksanaan tersebut tergantung
kepada kesiapan dan tali pusat sang bayi sudah lepas.
Sehari sebelum
pelaksanaan prosesi turun mandi tersebut hal-hal yang mesti dipersiapkan oleh
tuan rumah (orang tua sang bayi) berupa Karambial Satali (2 buah kelapa yang
belum dikupas kulitnya dan diambil sedikit kulitnya dan diikat satu sama lain),
sakampial bore(beras yang dimasukkan kedalam kantong yang terbuat dari daun
pandan kering), satu ekor ayam toge (maksudnya disini adalah bukan sejenis
makanan, tetapi seekor ayam kampung yang beratnya sekitar 7-9 ons) boleh ada
boleh tidak, limau mandi (buah jeruk purut yang direbus bersama dengan akar
bunga siak-siak, sejenis bunga hutan yang mempunyai akar yang wangi), katupek
(ketupat yang terbuat dari beras pulut), satu buah cermin kecil, sisir, bedak
dan minyak kelapa.
Setelah semua bahan
dipersiapkan maka sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi yang dimulai
dengan memberikan/memasang colak (colak terbuat dari ramuan arang kayu dan
jaring laba-laba yang berwarna hitam pekat) kepada bayi yang telah dia
persiapkan sebelumnya dari rumah dengan menggunakan kuas bulu ayam, ini
dipasang ke alis mata sang bayi dengan disertai mantera-mantera. Limau mandi,
katupek, cermin kecil, sisir, bedak, minyak kelapa dimasukkan kedalam sebuah
nampan besar yang biasa disebut talam, yang biasanya dikenal dengan sebutan
bintang limau, Setelah itu bayi dan saya sendiri dibawa keluar rumah menuju
sungai tempat pemandian, sang dukun yang menggendong bayi tersebut menggunakan
payung dan memegang parasopan (puntung kayu bakar). Sesampainya di tepian
sungai, sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi ini dengan beragam cara dan
makna yang luas, diantaranya adalah sebelum mandi ke sungai sang bayi ini
dipasangkan colak yang terbuat dari ramuan arang kayu dan sarang laba-laba,
sarang laba-laba mempunyai makna kelak sang bayi ini sudah dewasa ia akan sama
seperti laba-laba yang rajin mencari nafkah, mendudukan bayi diatas ayam,
ini melambangkan kendaraan bagi sang
bayi kelak, artinya sang bayi ini jika sudah dewasa akan mencari nafkah,
menghanyutkan bara kayu ke sungai mempunyai makna melepaskan segala beban
ataupun masalah terhadap bayi ini, menghadapkan sang bayi ke cermin setelah
dibedaki ini mempunyai makna kelak dia akan memperhatikan penampilannya, setelah
selesai mandi balimau, ketupat yang ada didalam bintang limau tadi diperebutkan
oleh para penonton yang bermakna ketupat ini adalah pemberian/sedekah dari bayi
kepada orang lain dan ada juga yang menyebutkan kalau kelak nanti setelah
dewasa dia akan menjadi primadona / rebutan oleh wanita karena bayi saya
laki-laki dan sebaliknya jika mempunyai anak perempuan. Sesampainya dirumah
sang bayi dimasukkan kedalam ayunan lalu sang bayi ini ditidurkan di tempat
tidurnya, ini menandakan prosesi turun mandi bagi sang bayi telah selesai,
Acara selanjutnya adalah makan bersama, ibu bayi dan seluruh
keluarga serta para undangan makan bersama, yang menarik disini adalah ibu sang
bayi dipersilahkan untuk memilih makanan apa saja yang ia sukai, setelah
diletakkan dipiring maka sang dukun bayi membacakan sesuatu dan sang ibu bayi
boleh makan sepuasnya tanpa harus memperhatikan pantangan yang sebelumnya
memang sangat ketat bagi ibu bayi ini, tapi jangan coba untuk makan semaunya
jika belum ditawari oleh dukun bayi . Setelah rentetan acara selesai maka sang
dukun bayi pulang dengan membawa 1 rantang makanan, ayam toge dan karambial
satali.
Menjadi seorang ibu merupakan hal yang sangat istimewa bagi
setiap wanita. Haru dan bahagia menjadi satu saat memandang wajah bayi
mungil dan lucu. Perasaan
bahagia dan bangga saat memiliki anak sekaligus menjadi ibu merupakan hal yang
luar biasa di anugerahkan Tuhan kepada wanita. Kalimat ‘Surga di telapak kaki
ibu’, memang pantas disematkan untuk seorang ibu. Kalimat tersebut pantas
karena perjuangan ibu sejak mengandung hingga membesarkan bayi membuat
‘pekerjaannya’ menjadi hal yang begitu mulia. Itulah yang pantas membuat
seorang wanita merasa bahagia dan bangga menjadi ibu. Ibu merupakan makhluk
istimewa. Ibu seperti malaikat yang berwujud sebagai manusia belaka. Namun
menjadi ibu bukan pekerjaan biasa. Seperti yang saya jalani sekarang dimulai
dari mengandung, melahirkan sampai melaksanakan turun mandinya begitu banyak
perjuangan dan saya merasakan kebahagiaan atas karunia yang tak terhingga ini.
Kelahiran seorang anak adalah
sebagai suatu berkah daripada Allah SWT. Anak dipandang sebagai penyambung
zuriat. Kelakuan sang anak yang bernada jenaka akan menjadi pelipur hati
sedangkan perangainya yang menjunjung akhlak mulia akan menjadi penyejuk
pandangan mata. Kita sebagai orangtua agar selalu melaksanakan tradisi adat
yang banyak manfaatnya karena semua yang dilakukan dalam prosesi adat turun
mandi anak ini memiliki filosofi yang bermakna dan dapat mengajarkan kita arti
menjadi orangtua, dan masih banyak lagi ilmu yang berguna untuk kita kelak saat
mendidik dan mengikuti perkembangan dan pertumbuhan anak kita. Saya juga
mendapatkan hal-hal baru yang belum pernah saya jalani selama ini, saya
akhirnya tahu bagaimanan perjuangan seorang ibu, saya menjadi sangat
menyanyangi ibu saya teringat beginilah juga yang dilakukan ibu saya saat mulai
mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan saya, hingga memberikan
pendidikan kepada saya. Dengan segala tradisi adat yang sanggup dijalani oleh
orangtua saya salahsatunya melaksanakan tradisi turun mandi terhadap saya dulu.
Dan sekarang saya juga melakukan peran yang sama sebagai seorang ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar