Rabu, 08 Agustus 2018

TURUN MANDI


TURUN MANDI ANAK

NUR ATIKA

Tradisi turun mandi ini sudah menjadi sebuah tradisi yang turun temurun dan bahkan sudah ratusan tahun yang lalu yang dilakukan kepada bayi yang baru lahir. Tradisi turun mandi yang saya lakukan pada tahun lalu ini untuk “meresmikan” bayi saya dan saya sendiri untuk keluar rumah dengan “bebas” yang sebelumnya karena bayi masih kecil dan ibunya masih dalam proses pemulihan tidak diperbolehkan keluar rumah. Pada zaman kakek nenek saya kata mereka turun mandi anak dilakukan bukan hanya bebas keluar rumah namun untuk meresmikan ibu dan anak bisa pergi mandi ke sungai. Kebetulan tidak jauh dibelakang rumah saya ada sebuah sungai, disana juga sering dilakukan tradisi turun mandi anak. Sebelum sang bayi ini dimandikan oleh dukun beranak (yang istilahnya dukun kampung) ada banyak hal yang mesti dipersiapkan dan diperhitungkan, pertama adalah hari pelaksanaan turun mandi, jika bayi laki-laki maka acara turun mandi dilaksanakan pada hari ganjil yaitu hari Ke 9, 11, 13, 15 dan 17 dari hari kelahiran sang bayi dan jika bayinya perempuan maka hari turun mandinya adalah hari ke 6, 8, 10, 12, 14 dan 16. penentuan hari pelaksanaan tersebut tergantung kepada kesiapan dan tali pusat sang bayi sudah lepas.
 Sehari sebelum pelaksanaan prosesi turun mandi tersebut hal-hal yang mesti dipersiapkan oleh tuan rumah (orang tua sang bayi) berupa Karambial Satali (2 buah kelapa yang belum dikupas kulitnya dan diambil sedikit kulitnya dan diikat satu sama lain), sakampial bore(beras yang dimasukkan kedalam kantong yang terbuat dari daun pandan kering), satu ekor ayam toge (maksudnya disini adalah bukan sejenis makanan, tetapi seekor ayam kampung yang beratnya sekitar 7-9 ons) boleh ada boleh tidak, limau mandi (buah jeruk purut yang direbus bersama dengan akar bunga siak-siak, sejenis bunga hutan yang mempunyai akar yang wangi), katupek (ketupat yang terbuat dari beras pulut), satu buah cermin kecil, sisir, bedak dan minyak kelapa.
 Setelah semua bahan dipersiapkan maka sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi yang dimulai dengan memberikan/memasang colak (colak terbuat dari ramuan arang kayu dan jaring laba-laba yang berwarna hitam pekat) kepada bayi yang telah dia persiapkan sebelumnya dari rumah dengan menggunakan kuas bulu ayam, ini dipasang ke alis mata sang bayi dengan disertai mantera-mantera. Limau mandi, katupek, cermin kecil, sisir, bedak, minyak kelapa dimasukkan kedalam sebuah nampan besar yang biasa disebut talam, yang biasanya dikenal dengan sebutan bintang limau, Setelah itu bayi dan saya sendiri dibawa keluar rumah menuju sungai tempat pemandian, sang dukun yang menggendong bayi tersebut menggunakan payung dan memegang parasopan (puntung kayu bakar). Sesampainya di tepian sungai, sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi ini dengan beragam cara dan makna yang luas, diantaranya adalah sebelum mandi ke sungai sang bayi ini dipasangkan colak yang terbuat dari ramuan arang kayu dan sarang laba-laba, sarang laba-laba mempunyai makna kelak sang bayi ini sudah dewasa ia akan sama seperti laba-laba yang rajin mencari nafkah, mendudukan bayi diatas ayam, ini  melambangkan kendaraan bagi sang bayi kelak, artinya sang bayi ini jika sudah dewasa akan mencari nafkah, menghanyutkan bara kayu ke sungai mempunyai makna melepaskan segala beban ataupun masalah terhadap bayi ini, menghadapkan sang bayi ke cermin setelah dibedaki ini mempunyai makna kelak dia akan memperhatikan penampilannya, setelah selesai mandi balimau, ketupat yang ada didalam bintang limau tadi diperebutkan oleh para penonton yang bermakna ketupat ini adalah pemberian/sedekah dari bayi kepada orang lain dan ada juga yang menyebutkan kalau kelak nanti setelah dewasa dia akan menjadi primadona / rebutan oleh wanita karena bayi saya laki-laki dan sebaliknya jika mempunyai anak perempuan. Sesampainya dirumah sang bayi dimasukkan kedalam ayunan lalu sang bayi ini ditidurkan di tempat tidurnya, ini menandakan prosesi turun mandi bagi sang bayi telah selesai,
Acara selanjutnya adalah makan bersama, ibu bayi dan seluruh keluarga serta para undangan makan bersama, yang menarik disini adalah ibu sang bayi dipersilahkan untuk memilih makanan apa saja yang ia sukai, setelah diletakkan dipiring maka sang dukun bayi membacakan sesuatu dan sang ibu bayi boleh makan sepuasnya tanpa harus memperhatikan pantangan yang sebelumnya memang sangat ketat bagi ibu bayi ini, tapi jangan coba untuk makan semaunya jika belum ditawari oleh dukun bayi . Setelah rentetan acara selesai maka sang dukun bayi pulang dengan membawa 1 rantang makanan, ayam toge dan karambial satali.
Menjadi seorang ibu merupakan hal yang sangat istimewa bagi setiap wanita. Haru dan bahagia menjadi satu saat memandang wajah bayi mungil dan lucu. Perasaan bahagia dan bangga saat memiliki anak sekaligus menjadi ibu merupakan hal yang luar biasa di anugerahkan Tuhan kepada wanita. Kalimat ‘Surga di telapak kaki ibu’, memang pantas disematkan untuk seorang ibu. Kalimat tersebut pantas karena perjuangan ibu sejak mengandung hingga membesarkan bayi membuat ‘pekerjaannya’ menjadi hal yang begitu mulia. Itulah yang pantas membuat seorang wanita merasa bahagia dan bangga menjadi ibu. Ibu merupakan makhluk istimewa. Ibu seperti malaikat yang berwujud sebagai manusia belaka. Namun menjadi ibu bukan pekerjaan biasa. Seperti yang saya jalani sekarang dimulai dari mengandung, melahirkan sampai melaksanakan turun mandinya begitu banyak perjuangan dan saya merasakan kebahagiaan atas karunia yang tak terhingga ini.
Kelahiran seorang anak adalah sebagai suatu berkah daripada Allah SWT. Anak dipandang sebagai penyambung zuriat. Kelakuan sang anak yang bernada jenaka akan menjadi pelipur hati sedangkan perangainya yang menjunjung akhlak mulia akan menjadi penyejuk pandangan mata. Kita sebagai orangtua agar selalu melaksanakan tradisi adat yang banyak manfaatnya karena semua yang dilakukan dalam prosesi adat turun mandi anak ini memiliki filosofi yang bermakna dan dapat mengajarkan kita arti menjadi orangtua, dan masih banyak lagi ilmu yang berguna untuk kita kelak saat mendidik dan mengikuti perkembangan dan pertumbuhan anak kita. Saya juga mendapatkan hal-hal baru yang belum pernah saya jalani selama ini, saya akhirnya tahu bagaimanan perjuangan seorang ibu, saya menjadi sangat menyanyangi ibu saya teringat beginilah juga yang dilakukan ibu saya saat mulai mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan saya, hingga memberikan pendidikan kepada saya. Dengan segala tradisi adat yang sanggup dijalani oleh orangtua saya salahsatunya melaksanakan tradisi turun mandi terhadap saya dulu. Dan sekarang saya juga melakukan peran yang sama sebagai seorang ibu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...