Rabu, 08 Agustus 2018

BUDAYA CERITA LEPAS MAGRIB

NUR ATIKA
“BERCERITA SELEPAS MAGRIB”

            Bercerita /mendongeng adalah tradisi lisan yang masih diwariskan dari generasi ke generasi. Pada umumnya, anak-anak sangat menyukai dongeng tidak terkecuali saya sendiri yang sangat megemarinya, baik itu berupa dongeng binatang (fabel), kisah rakyat (folklore), kehidupan tokoh-tokoh dunia yang terkenal, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, tradisi mendongeng mulai tersaingi oleh televisi dan video game yang merupakan produk dari perkembangan teknologi. Kebanyakan orang mempunyai pikiran bahwa mendongeng adalah aktivitas yang biasanya dilakukan oleh orang tua untuk meninabobokan anaknya menjelang tidur di malam hari. Di satu sisi hal ini benar, tetapi di sisi yang lain pemikiran tersebut mempersempit makna atau manfaat yang sesungguhnya dari mendongeng.
            Secara sederhana, bercerita adalah salahsatu budaya didalam keluarga saya yaitu segala sesuatu yang dipraktekkan keluarga sehari-hari. Budaya keluarga bukan sebuah hal yang diinginkan dan diidealkan, tetapi kenyataan yang dijalani dan dilihat anak sehari-hari. Gaya komunikasi ayah-bunda & orangtua-anak. Kebiasaan mengisi waktu luang. Apa yang biasa ditanyakan/dianggap penting. Dan sebagainya bisa didapati dalam bercerita ini. Keluarga saya dalam bercerita selalu melaksanakannya ketika sesudah selesai melaksanakan sholat magrib bersama, kami akan duduk dalam sebuah lingkaran dan dengan ditemani oleh secangkir kopi yang telah disiapkan oleh ibu ayah akan mulai bercerita, cerita yang disampaikan terkadang hanya cerita-cerita itu-itu saja namun kami anak-anaknya akan tetap selalu menunggu waktu kebersamaan ini karna dari sebuah cerita itu akan banyak timbul pertanyaan dari kami terkait permasalahan yang kami hadapi dalam keseharian kami. Waktu berceritanya hanya menjelang masuknya pula waktu shalat isa, walaupun waktu yang hanya berkisar antara 30 sampai 45 menit ini ayah dan ibu mampu menanamkan beberapa nilai-nilai kehidupan didalam diri kami anak-anaknya.
            Hal yang berbeda saat kami anak-anaknya masih sangat kecil dulu. Ibu dan ayah akan bergantian mendogengkan cerita kepada kami sebagai pengantar khayalan kami kedunia mimpi, setelah tidur dan bangun kembali dari tidur saya sendiri merasakan ketenangan jiwa yang seperti di hipnotis oleh cerita tadi malam, jika itu cerita mengenai dongeng cenderela saya merasakan seakan-akan wujud jiwa cinderela itu hadir didalam diri saya. Ibu dan ayah memang selalu bisa menyesuaikan cerita yang disampaikannya menurut usia kami. Saat dewasa sekarang cerita yang kami dengarkanpun sudah berbeda versi, terkadang alur ceritanya sama namun ayah dan ibu mengemasnya dalam bahasa lisan yang mudah kami telaah untuk kehidupan sehari-hari.
            Ada beberapa manfaat yang dapat dipetik dari aktivitas mendongeng kepada anak yang telah saya rasakan. Pertama, mendongeng dapat membangun hubungan yang hangat antara orang tua dan anak. Ketika seorang anak berada di pangkuan ayah atau ibunya sambil mendengarkan cerita, akan timbul perasaan disayang, dikasihi dan merasa diperhatikan. Di samping itu, ada dialog langsung antara ayah atau ibu dengan anaknya. Hal inilah yang tidak dapat digantikan oleh televisi. Televisi memang dapat menyampaikan isi cerita yang menarik perhatian anak, akan tetapi tidak dapat memberikan kehangatan dan perasaan dikasihi seperti yang diperoleh dari mendongeng. Kedua, mendongeng dapat menumbuhkan daya imajinasi anak. Imajinasi yang dimaksud adalah bagaimana anak menanggapi dongeng tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan lebih jauh hal itu dapat mendorong nalar kreativitas anak. Seorang psikolog yang bernama Cici Kaloh menambahkan bahwa intelegensi anak-anak yang kurang didongengi ternyata lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang lebih banyak didongengi orang tuanya. Penelitian itu kemudian juga menemukan, setelah sering didongengi, anak-anak yang semula intelegensinya kurang, belakangan meningkat. Masih menurut Cici, pengembangan daya pikir anak sangat dipengaruhi oleh stimulus lingkungan, yang salah satu di antaranya adalah lewat pemberian dongeng.
            Ketiga, dongeng menanamkan nilai-nilai moral yang luhur kepada anak. Si Kancil yang Cerdik, Gadis Penjual Korek Api, dan Tiga Babi Kecil merupakan contoh-contoh cerita yang dapat dipetik nilai moralnya oleh anak. Dongeng menjadi sarana yang tepat untuk mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak tanpa bersikap menggurui. Semakin sering anak membaca atau mendengarkan dongeng, maka semakin peka pula dirinya untuk menangkap berbagai pesan moral yang terkandung di dalamnya. Keempat, dongeng merangsang keinginan anak untuk gemar membaca. Dapat dipahami bahwa tidak semua orang pandai mendongeng dan mengingat banyak dongeng secara lengkap. Oleh sebab itu, buku dapat dijadikan sarana untuk mendongeng. Anak akan melihat buku sebagai sumber informasi yang menarik di mana dirinya akan tertantang untuk mencari, menemukan bahan lebih jauh serta membaca lebih banyak. Dalam hal ini, orang tua tidak hanya sekedar mendongeng tetapi juga mewariskan teladan yang baik kepada anak yaitu teladan dalam hal membaca buku.
Melihat beberapa manfaat penting dari mendongeng, seperti yang terlihat di atas, tentunya dapat dikatakan bahwa dongeng memiliki makna yang luas dan penting. Jadi, mendongeng adalah suatu aktivitas yang masih perlu dilakukan oleh orang tua pada masa kini. Meskipun televisi memiliki program acara yang paling menarik sekalipun, tetap tidak dapat menandingi peran orang tua yang mampu memberikan kehangatan dan keakraban kepada anak-anaknya lewat mendongeng.
            Oleh karenanya, alangkah lebih bijak bagi orang tua untuk dapat menyediakan waktunya yang berharga setiap hari, meskipun tidak terlalu lama, untuk mendongeng kepada anak-anaknya. Waktu yang dimaksud bukan hanya malam hari sebelum tidur, tetapi bisa juga sebelum anak berangkat sekolah, waktu luang keluarga, dan seperti keluarga saya setelah magrib sambil menunggu datang waktu shalat isa menjadi tradisi hingga saat ini untuk digunakan sebagai waktu yang tepat untuk bercerita. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana ayah atau ibu bisa menjiwai cerita yang dibawakan dan menjadikannya sebagai suatu kemasan yang menarik perhatian anak. Sehingga anak mengerti maksud yang tersirat didalam cerita tersebut, sebagaimana yang dilakukan ayah dan ibu kami, kami lima anaknya akan ditanyai satu-persatu apa hikmah atau tujuan yang ada didalam cerita yang telah kami dengarkan darinya. Sungguh suatu keharmonisan keluarga yang sangat saya rindukan. Kini karena saya sudah berkeluarga saya menerapkannya pula kepada anak saya, namun terkadang saya sangat merindukan cerita-cerita lama dan gaya bercerita ayah dan ibu saya, memang saya belum mahir dalam hal ini, karena tidak sebagus ayah dan ibu saya yang sudah piawai dalam bercerita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Diamnya Dia

 "Analisis Diamnya Dia" Oleh, Nur Atika Rusli. Diamnya seseorang bukan berarti tidak mengerti dan memahami persoalan. Sebaliknya, ...